Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menggodok peraturan terkait dengan industri bank digital Tanah Air. Seperti apa bentuknya? Benarkah bank digital sama sekali tidak memerlukan kantor cabang?
Saat ini OJK masih melihat bank secara kelembagaan dengan hanya ada dua konsep, yaitu bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang menjalankan bisnis secara konvensional maupun secara syariah.
Peraturan OJK terkait bank digital, ditargetkan bisa terbit pada pertengahan tahun ini, artinya tinggal menghitung hari. Ada beberapa bocoran terkait dengan peraturan OJK mengenai bank digital yang bisa menjadi acuan dalam mendefinisikan bank digital, yaitu keberadaan kantor cabang.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto mengatakan, otoritas membuka peluang persyaratan terkait dengan kantor pusat. Di mana, bank digital dimungkinkan untuk memiliki hanya satu kantor pusat saja. Dengan demikian, seluruh layanan dilakukan secara digital.
Pada kesempatan lain, Deputi Direktur Basel dan Perbankan Internasional OJK Tony menyampaikan, akibat adanya transformasi digital, bank konvensional puun mulai mengurangi pembukaan kantor cabang sejak 2015. Berdasarkan data OJK, pada 2015 lalu, jumlah kantor cabang seluruh bank umum di Indonesia mencapai 32.963 kantor. Sedangkan, pada Maret 2021 jumlahnya hanya 29.889 kantor.
Direktur Riset CORE Piter Abdullah mengatakan, tanpa ada embel-embel bank digital, sebenarnya semua bank berhak untuk meningkatkan pelayanannya dengan mengembangkan layanan digital. “Itu sebuah keniscayaan. Ke depan semua akan mengarah pada layanan digital,” katanya kepada Katadata.co.id.
Seiring maraknya transaksi digital, selain cabang, perbankan juga mulai mengurangi mesin ATM. Simak Databoks berikut:
Masih Perlu Cabang?
Bagaimanapun, keberadaan kantor cabang sebenarnya masih diharapkan keberadaanya oleh nasabah. Salah satunya Ilene, wanita 25 tahun pengguna layanan digital perbankan. Meski layanan digital memudahkannya dalam melakukan kegiatan berbisnis, ia menilai keberadaan kantor cabang dari setiap bank masih diperlukan.
Hal ini, mengingat tidak semua dari nasabah memiliki telepon pintar (smartphone) atau keterbatasan internet untuk bertransaksi. “Selain itu, masih banyak dari kita yang membutuhkan edukasi langsung yang mungkin lebih enak dijelaskan secara langsung oleh pihak bank kepada yang sangat membutuhkan,” kata Ilene.
PT Bank Neo Commerce Tbk yang tengah mengajukan izin menjadi bank digital, memandang kebutuhan akan kantor cabang saat ini masih diperlukan. Bank Neo Commerce juga masih menunggu perihal peraturan OJK soal bank digital, apakah masih diharuskan memiliki perwakilan atau tidak. Meski begitu, secara bertahap bank milik PT Akulaku Silvrr ini mengurangi jumlah cabangnya seiring dengan transformasi digital yang dilakukan.
Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan mengatakan, dengan upaya pengurangan jumlah kantor cabang, bank bisa menawarkan keuntungan yang lebih besar bagi para pengguna karena melakukan efisiensi operasional. Bank Neo Commerce pun mencanangkan strategi pengalihan investasi dari kantor cabang tersebut.
“Di sisi lain, kami mengalihkan investasi kami ke teknologi karena keberadaan teknologi yang mumpuni sangat penting di bank digital. Oleh karenanya, Bank Neo memutuskan untuk bekerja sama dengan berbagai perusahaan teknologi internasional yang sudah berpengalaman” kata Tjandra kepada Katadata.co.id.
Semenara PT Bank Central Asia Tbk mencermati, keberadaan kantor cabang di berbagai wilayah Indonesia masih dibutuhkan oleh nasabah. Pasalnya, masih terdapat layanan keuangan oleh perbankan yang belum bisa diganti secara digital, seperti pinjaman atau transaksi finansial dalam jumlah besar.
“Mempertimbangkan wilayah Indonesia yang sangat luas dengan beragam struktur sosial dan ekonomi, maka BCA akan terus mengevaluasi kebutuhan masyarakat terkait kantor cabang BCA sesuai kebutuhan masyarakat,” kata Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn kepada Katadata.co.id.
Simak Databoks berikut:
Meski menilai kantor cabang masih dibutuhkan, BCA tetap melakukan langkah efisiensi terhadap layanan operasional kantor cabang. Hera mengatakan, BCA melengkapi operasional cabang dengan berbagai perangkat dan aplikasi pendukung digital. Fitur dan fasilitas layanan digital itu terus dikembangkan mengikuti kebutuhan nasabah terkait dengan layanan perbankan yang lebih cepat dan mudah diakses.
Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani melihat, perbankan cenderung mengurangi jumlah kantor cabang di kota-kota besar. Sedangkan di kota-kota kecil, masyarakatnya masih cenderung membutuhkan kantor cabang sehingga bank belum secara signifikan mengurangi jumlah kantor cabangnya.
Aviliani menilai, keberadaan kantor cabang bank masih dibutuhkan karena tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia belum merata untuk bisa memanfaatkan produk digital walaupun sudah ada inklusi keuangan. Sehingga, pengurangan kantor cabang secara signifikan mungkin terjadi masih dalam 10 tahun ke depan.
“Tergantung infrastruktur dan tergantung dari tingkat pendidikan. Kalau sudah bagus, bisa kantor cabang bisa turun signifikan,” kata Aviliani kepada Katadata.co.id.
Meski begitu, soal tingkat pendidikan, Aviliani menilai hal tersebut relatif karena kemahiran teknologi bisa saja tidak sejalan dengan tingkat pendidikan. Sehingga, yang sangat berpengaruh adalah pemerataan infrastruktur teknologi di berbagai wilayah Indonesia.