Bank Indonesia (BI) menyatakan kontribusi investor milenial baru 50% atau setengahnya dari total investor Tanah Air saat ini. Padahal, tren investasi cenderung meningkat selama pandemi Covid-19. Hal ini tampak dari melonjaknya jumlah investor ritel per Juni 2021 sebanyak 125% dibandingkan catatan 2019.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menilai porsi investor milenial di Tanah Air masih cukup rendah, mengingat potensinya yang masih sangat besar.
"Apakah angka ini besar untuk Indonesia? ini kurang besar, terutama kalau kita lihat demografi usia produktif Indonesia sebanyak 191 juta jiwa," kata Destry.
Menurut dia, peluang pertambahan jumlah investor ritel masih terbuka lebar, terutama dari kelompok penduduk milenial. Selain jumlahnya yang banyak, kelompok itu juga memiliki karakteristik yang lekat dengan digitalisasi.
"Anak milenial ini sangat digital service, jadi bagi mereka akan mudah sekali untuk memanfaatkan teknologi yang ada," ujar Destry dalam diskusi virtual bertajuk Literasi Keuangan Indonesia Terdepan, Jumat (13/8).
Dia juga membandingkan komposisi anak milenial dalam demografi investor domestik di beberapa negara lain. Berdasarkan data Statista bertajuk Investment Behavior Worlwide pada 2019, jumlah milenial yang terlibat sebagai investor di pasar keuangan Hong Kong mencapai 57%.
Selanjutnya, di Amerika Serikat (AS) porsinya 32% terhadap total populasi milenial, Australia 28%, Inggris 24%, Jerman 23% dan Perancis 18%. Sedangkan di Indonesia, kondisinya berbeda dengan negara lain.
DGS Bank Indonesia tersebut mengumpamakan, jika total investor ritel Indonesia sebanyak 6 juta, maka jumlah investor milenial hanya setengahnya atau sekitar 3 juta investor saja. Porsi tersebut setara 4% dari total penduduk milenial yang mencapai 70 juta jiwa.
Adapun jumlah investor ritel Indonesia hingga Juni 2021 sebanyak 5,6 juta investor. Angka ini mengalami lonjakan signifikan hingga 125% dari 2019 yang hanya 2,5 juta investor. Jumlah investor ritel Indonesia hanya baru mengambil porsi 3% dari total usia produktif di Tanah Air, yakni 15 tahun hingga 64 tahun.
Sementara itu, Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan memperingatkan, peningkatan jumlah investor dari kalangan milenial tampaknya tidak diimbangi literasi keuangan yang memadai. Dengan begitu, menggantungkan harapan pada kelompok milenial juga akan memiliki konsekuensi.
"Masih kurang paham terkait investasi. Ada kekhawatiran mudah terpedaya investasi ilegal," ujar Junanto saat konferensi pers virtual GoPay, Rabu (28/7).
Junanto mengatakan, tidak sedikit kelompok milenial yang mudah diiming-imingi investasi dengan imbal hasil besar. Milenial bisa tertipu dan tidak melakukan pengecekan lebih lanjut terkait legalitas penyedia investasi. Hal tersebut turut menjadi salah satu pendorong makin menjamurnya shadow banking.
Hasil Survei Nasional 2019 yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhir tahun lalu menunjukkan, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia baru 38,03%. Berdasarkan sektor jasa keuangan, literasi keuangan di pasar modal bahkan sangat kecil hanya 4,92% dibandingkan sektor lainnya yang rata-rata sudah melampaui 10%. Sementara khusus penduduk usia 15-17 tahun, tingkat literasinya hanya 16%.