Bank mini dengan modal inti di bawah Rp 3 triliun tengah bersiap-siap untuk mencari modal tambahan untuk memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 2020 lalu. Mayoritas berencana menerbitkan saham baru dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue.
OJK memberlakukan Peraturan Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum sejak 17 Maret. Sesuai ketentuan tersebut, bank wajib menaikkan modal inti secara bertahap dari ketentuan awal Rp 100 miliar menjadi Rp 3 triliun secara bertahap hingga 2022.
Tahun lalu, bank-bank dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun sudah beramai-ramai memenuhi syarat modal inti minimal Rp 1 triliun. Berdasarkan statistik yang dimiliki OJK, saat ini sudah tidak ada bank yang memiliki modal inti di bawah Rp 1 triliun.
Untuk tahun ini, OJK menargetkan modal inti industri perbankan bisa dikerek menjadi minimal Rp 2 triliun. Namun hingga pertengahan tahun, masih ada sejumlah bank yang memiliki modal belum sesuai dengan target dari regulator.
Beberapa bank dengan modal inti mini pun melakukan berbagai aksi korporasi untuk memenuhi syarat OJK tersebut. Rata-rata bank menambah modal melalui skema penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu alias rights issue. Berikut deretan bank tersebut:
- PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA)
Bank Capital berencana untuk melakukan penambahan modal melalui skema rights issue sebanyak-banyaknya 20 miliar unit saham dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Meski begitu, harga pelaksanaan penambahan modal tersebut belum dicantumkan sehingga belum bisa diperkirakan berapa Bank Capital bisa mengantongi tambahan modal.
Untuk memperlancar rencana ini, Bank Capital pun meminta izin kepada pemegang saham untuk melakukan rights issue melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada Rabu (25/8).
Berdasarkan keterbukaan informasi terkait rencana rights issue ini, Bank Capital berencana menggunakan dana untuk memperkuat struktur permodalan. Seperti diketahui, per 30 Juni 2021, modal inti Bank Capital masih Rp 1,51 triliun atau masih di bawah ketentuan yang ditetapkan OJK untuk tahun ini dan tahun depan.
Rencana penambahan modal ini diharapkan dapat memperkuat struktur permodalan Bank Capital. Dengan demikian, bank dapat menambah kemampuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usaha dan daya saing dalam bidang usaha jasa perbankan.
"Seiring dengan bertumbuhnya kegiatan usaha dan meningkatnya kinerja perseroan, diharapkan dapat memberikan nilai positif bagi seluruh pemegang saham perseroan," demikian tertulis dalam keterbukaan informasi manajemen Bank Capital beberapa waktu lalu.
Sementara itu, untuk pemegang saham perseroan yang tidak menggunakan haknya, persentase kepemilikan sahamnya akan terdilusi sampai dengan sebanyak-banyaknya sebesar 73,86%. Saat ini, PT Inigo Global Capital memegang 14,71% saham bank, lalu PT Delta Indo Swakarsa punya 13,96%, Asuransi Simas Jiwa - Simas Equity Fund 2 sebesar 11,41%, dan masyarakat 59,92%.
Bank Capital tengah menerapkan transformasi digital yang sudah dimulai sejak 2007, dimana saat itu bank meluncurkan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) yang terkoneksi dengan jaringan ATM Bersama. Selang lama, pada 2018 bank luncurkan kartu ATM yang tergabung dengan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Pada 2019, Bank Capital meluncurkan internet banking dan mobile banking yaitu Capital Net, Capital Business Net, dan Capital Mobile. Pada tahun ini, Bank Capital sedang mempersiapkan peluncuran QRIS dan transaksi tanpa kartu.
- PT Bank Bumi Artha Tbk (BNBA)
Manajemen Bank Bumi Artha mengaku saat ini tengah dalam proses finalisasi rencana divestasi saham oleh pemiliknya. Proses divestasi tersebut merupakan strategi perusahaan untuk memenuhi ketentuan konsolidasi bank atau penambahan modal inti dari OJK."Secara paralel sedang dipersiapkan, sehingga diharapkan sebelum akhir tahun, Bank Bumi Arta dapat memenuhi ketentuan OJK tersebut," kata manajemen dalam paparan publik yang dikutip dari laporannya ke Bursa, Kamis (19/8).
Sayangnya manajemen Bank Bumi Artha belum mau bicara siapa yang akan menjadi investor baru pemilik bank tersebut. Saat ini PT Surya Husada Investment memiliki 45,45% saham bank itu, lalu PT Dana Graha Agung punya 27,27%, PT Budiman Kencana Lestari punya 18,18%, dan masyarakat 9,1%.
"Hari ini belum dapat diinformasikan karena masih dalam proses dan belum final. Diharapkan setelah selesai proses final konsolidasi tersebut, Bank Bumi Artha akan bisa lebih maju dan dapat berkiprah di dunia perbankan Indonesia," tulis keterangan tersebut.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru, per 31 Maret 2021 modal inti tier 1 Bank Bumi Artha senilai Rp 1,48 triliun. Artinya perlu tambahan modal lagi agar perusahaan memenuhi syarat OJK minimal modal inti Rp 2 triliun pada 2021.
- PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS)
Bank Maspion berencana untuk melakukan penambahan modal sebanyak-banyaknya 2,28 miliar unit saham baru atau 33,97% dari total modal dengan skema rights issue. Nominal saham baru tersebut senilai Rp 100 per saham, tapi belum mencantumkan harga pelaksanaan berdasarkan prospektus ringkasnya.
Rights issue ini rencananya digelar pada Juni lalu, tetapi bank milik pengusaha Alim Markus ini menunda. Pengumuman pada 12 Juli 2021 menyebutkan, memperpanjang masa penawaran awal karena ada perubahan atas hal-hal terkait struktur rights issue.
Dana dari penerbitan saham baru ini akan digunakan 92% untuk memperkuat struktur permodalan Bank Maspion dalam meningkatkan penyaluran jumlah kredit atau pinjaman. Lalu, sekitar 8% sisanya akan dipergunakan untuk investasi di infrastruktur teknologi informasi.
Bank Maspion memang perlu untuk menambah modal agar sesuai dengan ketentuan OJK pada akhir tahun ini. Pasalnya, berdasarkan laporan keuangan, modal inti tier Bank Maspion hanya Rp 1,24 triliun per 31 Maret 2021.
Saat ini pemegang saham Bank Maspion adalah 62,01% oleh PT Alim Investindo, lalu Kasikom Bank Public Company Ltd sebesar 9,99%, PT Guna Investindo sebesar 5,87%, PT Maspion sebesar 12,46%, dan masyarakat memiliki 9,67%.
Alim Investindo selaku pemegang saham utama sekaligus pengendali, berkomitmen akan melaksanakan haknya dalam jumlah sebanyak-banyaknya hak miliknya sesuai dengan porsi kepemilikan saham di Bank Maspion.
Sementara, Alim Investindo, Maspion, PT Husin Investama, Maspion Investindo beserta dengan lima pemegang saham perorangan menandatangani perjanjian jual beli bersyarat dengan Kasikorn Vision Company Limited (KVision). Pemegang saham tersebut berencana menjual saham sebesar 30,01% kepada KVision.
Jika pembelian saham tersebut telah terlaksana sepenuhnya, maka KVision akan melaksanakan seluruh hak miliknya dalam proses penambahan modal ini.
- PT Bank Ganesha Tbk (BGTB) Pemegang saham pengendali Bank Ganesha, PT Equity Development Investment Tbk (GSMF) berencana untuk menyuntikan modal tambahan kepada bank tersebut melalui penerbitan saham baru melalui skema rights issue.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan GSMF, penggunaan dana dari rights issue tersebut untuk peningkatan investasi saham pada Bank Ganesha untuk memenuhi syarat OJK. Jika sisa, akan digunakan untuk modal kerja. Saat ini GSMF memiliki 29.86% saham Bank Ganesha.
GSMF berencana untuk menerbitkan sebanyak-banyaknya 10,1 miliar unit saham baru atau setara 135,48% dengan nominal Rp 100 per saham. Sementara, perusahaan belum menetapkan harga pelaksanaannya.
Sementara manajemen Bank Ganesha mengatakan, Bank Ganesha telah berkomitmen untuk memenuhi pemenuhan modal inti sesuai dengan penyampaian rencana bisnis bank (RBB) yang telah disampaikan kepada OJK.
"Saat ini terdapat beberapa opsi yang sedang kami dalami untuk mencari solusi yang terbaik bagi Bank Ganesha. Kami harapkan pelaksanaannya dapat memenuhi tenggang waktu yang telah ditetapkan," tulis manajemen dalam catatan hasil paparan publik.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Juni 2021, Bank Ganesha memang hanya memiliki modal inti Rp 1,04 triliun saja. Sedangkan syarat minimal modal inti pada 2021 senilai Rp 2 triliun dan tahun depan menjadi Rp 3 triliun.
- PT Bank JTrust Indonesia Tbk (BCIC)
JTrust Bank berencana menambah modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Bank yang pernah diselamatkan oleh LPS ini menargetkan perolehan dana Rp 1,5 triliun dari aksi korporasi tersebut.
Manajemen JTrust Indonesia menyampaikan dana hasil rights issue akan digunakan untuk mengukuhkan pemenuhan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang modal inti minimum bank.
Berdasarkan prospektus, JTrust akan menerbitkan maksimal 4,54 miliar saham Seri C atau 45,40% dari jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perusahaan. Perusahaan akan menawarkan saham baru itu dalam skema Penawaran Umum Terbatas (PUT) 2021 dengan nominal Rp 100 per saham.
Dana hasil rights issue akan digunakan untuk memenuhi ketentuan tentang modal inti minimum bank. Caranya, dengan mengonversi setoran dana yang berasal dari pinjaman subordinasi yang sebagian telah dikonversi dan dicatat menjadi modal inti utama perusahaan.
"Catatan ini juga telah dicantumkan dalam akun ekuitas sebagai komponen modal lain dan sebagian masih dalam bentuk pinjaman subordinasi," ujar manajemen.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, modal inti tier 1 JTrust Bank pada 30 Juni 2021 hanya Rp 1,04 triliun. Artinya masih perlu untuk melakukan penambahan modal dalam rangka memenuhi minimal modal inti bank Rp 2 triliun tahun ini dan Rp 3 triliun tahun depan.
Pemegang saham utama yakni J Trust Co, Ltd, Jepang, JTrust Asia Pte Ltd, Singapura, dan PT JTrust Investments Indonesia menyatakan akan menggunakan haknya dengan kompensasi komponen ekuitas lain dan konversi hak tagih dari pinjaman subordinasi seluruhnya bersama-sama senilai Rp 1,36 triliun.
6. PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR)
Bank Amar masih memiliki modal inti tier 1 sebesar Rp 1 triliun per 30 Juni 2021 ini. Artinya tinggal enam bulan lagi, Bank Amar harus meningkatkan modal inti agar sesuai dengan target OJK senilai Rp 2 triliun untuk tahun ini.
Direktur Utama Bank Amar Vishal Tulsian mengatakan, sejak 2014 OJK sudah tiga kali menaikan persyaratan kecukupan modal dan selama itu pula bank Amar bisa memenuhi persyaratan tersebut dengan baik.
Selain itu, sebagai salah satu bank yang melayani nasabahnya secara digital, banyak minat yang diberikan oleh investor dan masyarakat kepada Amar Bank. "Oleh karena itu, Bank Amar memiliki berbagai pilihan yang bisa diambil dalam melakukan mencukupi permodalan ini," kata Vishal dalam paparan publik secara virtual, Rabu (25/8).
Ia memastikan, saat ini dan ke depannya, posisi bank dalam keadaan cukup baik untuk bisa memenuhi persyaratan OJK tersebut. Sayangnya, Vishal tidak memberitahukan lebih lanjut terkait strategi untuk menambah modal dalam mencukupi Rp 2 triliun syarat OJK.
7. PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO)
Selain bank mini, anak usaha bank besar juga berupaya meningkatkan modal inti demi menyesuaikan aturan otoritas perbankan. Salah satunya, BRI Agro berencana menerbitkan 2,15 miliar saham baru dengan nominal Rp 100 per saham. Anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI ini akan meminta persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang berlangsung pada 27 September 2021.
Jumlah saham baru yang akan diterbitkan tercatat 9,96% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh perusahaan pada 31 Juli 2021. BRI Agro akan menambah modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue melalui mekanisme Penawaran Umum Terbatas (PUT).
"Dana tunai yang diperoleh perusahaan akan digunakan untuk memperkuat permodalan perusahaan yang dapat digunakan sebagai modal kerja dalam penyaluran dana berbasis digital," demikian tertulis dalam prospektus yang terbit pada Kamis (19/8).
Penambahan modal diharapkan akan berkontribusi positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penguatan struktur permodalan emiten berkode saham AGRO ini dianggap bisa mendukung kegiatan usaha ke depan, serta menciptakan nilai bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2021, modal inti perusahaan sebenarnya sudah melebihi dari ketentuan OJK senilai Rp 3 triliun. Padalnya, modal inti tier 1 BRI Agro mencapai Rp 4,21 triliun berdasarkan laporan keuangan tersebut.
Berdasarkan data BEI pada 31 Juli 2021, BRI menggenggam 86,09% saham BRI Agro dan menjadi pemegang saham pengendali. Sementara sisanya dimiliki publik 13,91%. Pemegang saham yang tidak melaksanakan haknya untuk membeli saham baru akan terkena dilusi kepemilikan maksimal 9,06% dari persentase kepemilikan saham perusahaan