Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan kembali memperpanjangan restrukturisasi kredit untuk kedua kalinya guna mendukung dunia usaha pulih dari Covid-19. Perpanjangan restrukturisasi kredit ini kemungkinan berlaku hingga 31 Maret 2023.
"Kami sudah merencanakan untuk memperpanjang POJKnya (restrukturisasi kredit) agar memberikan ruang yang lebih longar bagi pengusaha dan perbankan untuk sambil menunggu pemulihan dari Covid-19 ini," kata Ketua OJK Wimboh Santoso dalam Rapat Kerja DPR RI bersama Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Bappenas, BPS dan OJK, Senin (30/8).
Wimboh menjelaskan, kredit yang direstrukturisasi sebenarnya telah mencatatkan tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir. OJK mencatat, outstanding kredit perbankan yang diresktrukturisasi per Juli 2021 mencapai Rp 778,91 triliun dan diberikan kepada 5,01 juta debitur.
"Secara gradual restrukturisasi kredit sudah turun, dari semula mencapai Rp 900 triliun. Ini juga akan terus kami jaga agar tidak menjadi non-performing nantinya," kata Wimboh.
Kredit yang direstrukturisasi hingga Juli 2021, terdiri atas kredit UMKM Rp 285,17 triliun milik 3,59 juta debitur dan kredit kepada nonUMKM Rp 493,74 triliun milik 1,43 juta debitur.
Sementara itu, OJK juga melaporkan nilai restrukturisasi melalui perusahaan pembiayaan hingga 16 Agustus sudah mencapai 211,05 triliun. Restrukturisasi tersebut diberikan untuk 5,15 juta kontrak.
Selain terus memantau restrukturisasi kredit, Wimboh mengatakan pihaknya terus mendorong sektor perbankan untuk selalu membentuk cadangan secara gradual. Hal ini penting dilakukan agar keuangan bank tidak terganggu ketika nantinya pemerintah melakukan normalisasi.
"Mungkin ternyata ada yang terpaksa tidak bisa pulih. Karena itu, kami harapkan cadangnya sudah cukup dan tidak menciptakan cleaf effect," kata Wimboh.
Di sisi lain, perbankan juga diminta untuk aktif mencari sumber-sumber pertumbuhan kredit baru, khususnya pada sektor pertanian dan perikanan. Wimboh meminta agar dua sektor tersebut dimasukkan ke dalam eksositem pengembangan UMKM. Selain itu, dukungan kredit juga untuk mendukung hilirasi produk pertanian dan perekinana yang berorientasi ekspor.
OJK awalnya memberikan relaksasi kredit hingga 31 Maret 2021 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional. Namun karena kondisi belum pulih, OJK kembali memperpanjang kebijakan tersebut hingga 31 Maret 2022 lewat penerbitan POJK Nomor 48 Tahun 2020.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pekan lalu telah menyampaikan usulannya kepada OJK untuk kembali memperpanjang restrukturisasi kredit hingga Maret 2023. Dia meminta restrukturisasi kredit diperpanjang setahun dengan pertimbangan pandemi mulai membaik tahun depan.
"Kami sudah minta diperpanjang sampai 2023 agar persyaratan perbankan tidak perlu melakukan tambahan untuk proteksi capital adequacy ratio. Kami sudah melihat loan to asset ratio juga perlu dijaga,” ucap Airlangga dalam Raker Koordinasi Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada Selasa (24/8).
Selain itu, dia juga menyarankan agar restrukturisasi kredit diprioritaskan pada jenis usaha yang berorientasi pada ekspor, seperti yang dikatakan Wimboh sebelumnya.
Penyaluran kredit perbankan hingga Juli 2021 tercatat sebesar Rp 5.554,4 triliun, tumbuh 0,3% secara tahunan (year on year). Pertumbuhan ini melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,4% (yoy).