Pengunduran diri Tigor M. Siahaan sebagai Presiden Direktur dan CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) mengundang pergunjingan di antara para bankir. Setelah hampir tujuh tahun menakhodai bank milik investor asal Malaysia tersebut, kemana selanjutnya Tigor akan berlabuh? Apakah ke bank digital?
Manajemen CIMB Niaga mengumumkan Tigor mengajukan pengunduran diri sebagai presiden direktur pada Kamis lalu (21/10). Selanjutnya, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) akan digelar dalam waktu dekat ini untuk mengesahkan pengunduran diri tersebut dan pengangkatan Presiden Direktur CIMB Niaga yang baru.
“Komite Nominasi dan Remunerasi beserta Dewan Komisaris telah memulai proses seleksi penggantinya. Bapak Tigor tetap memberikan dukungan optimal selama proses transisi,” kata manajemen CIMB Niaga dalam siaran persnya, Jumat sore (22/10).
Tigor merupakan salah satu bankir papan atas dan kawakan di Indonesia saat ini. Awal tahun ini, namanya sempat disebut-sebut sebagai salah satu calon kuat Chief Executive Officer (CEO) Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investment Authority (INA) --- sovereign wealth fund (SWF) Pemerintah Indonesia, sebelum akhirnya mantan Dirut Bank Permata, Ridha Wirakusumah, diangkat secara resmi oleh Presiden Joko Widodo.
Tigor diangkat menjadi Presdir CIMB Niaga pada April 2015, dengan menggantikan Arwin Rasyid. Bankir kelahiran Oktober 1971 ini sebelumnya berkiprah di Citi selama lebih 20 tahun, hingga menduduki posisi puncak Chief Country Officer pada 2011-2015. Tigor merupakan orang Indonesia pertama yang sukses menempati jabatan puncak di bank global asal Amerika Serikat tersebut.
Saat memimpin CIMB Niaga, Tigor di kalangan pelaku perbankan dianggap sukses melakukan transformasi layanan digital banking di bank tersebut. Beberapa inovasi besutannya adalah menerapkan sistem core banking baru bernama 1Platform (1P). Pada 2017, CIMB Niaga juga meluncurkan versi Go Mobile yang mempermudah nasabah melalui layanan digital.
Seorang bankir pernah menyatakan, Tigor tak hanya mampu mengembangkan layanan digital, namun juga membangun sistem dan organisasi CIMB Niaga yang adaptif dengan teknologi digital. “Ini sesuatu hal yang tidak mudah di dunia perbankan konvensional,” kata bankir tersebut.
Kemampuan dan berbagai pencapaian itulah yang memperkuat kabar dan spekulasi mengenai pelabuhan selanjutnya Tigor setelah mundur dari CIMB Niaga. Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata.co.id, Tigor akan berlabuh di salah satu bank digital.
Bank itu terintegrasi dan tertanam dalam ekosistem besar digital, yang dilengkapi dengan berbagai layanan all-commerce secara online dan offline, pembayaran digital, hingga teknologi. “Figur Tigor sesuai untuk mengembangkan bank digital dalam ekosistem tersebut,” kata seorang bankir.
Katadata.co.id berupaya mengkonfirmasi kabar ini kepada Tigor. Namun, hingga berita ini ditulis, dia belum merespons pertanyaan melalui layanan aplikasi pesan singkat.
Tigor Merapat ke Bank Digital Grup Salim dan Grab?
Setidaknya ada tiga ekosistem digital besar yang tengah berkembang di Indonesia. Pertama, ekosistem GoTo yang menaungi layanan on-demand Gojek, e-commerce Tokopedia, dan layanan keuangan GoTo Financial termasuk dompet digital GoPay. Decacorn ini juga punya kepemilikan di bisnis retail Matahari.
GoTo juga punya kepemilikan saham di PT Bank Jago Tbk (ARTO). Bank digital ini didirikan oleh bankir inovator Jerry Ng dan investor startup Patrick Walujo.
Kedua, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk / Emtek (EMTK) yang belum lama ini menggandeng Grab untuk membentuk ekosistem digital. Emtek memiliki e-commerce Bukalapak (BUKA) dan dompet digital DANA. Sedangkan layanan on-demand Grab baru saja menjadi pengendali OVO, yang kemudian juga melibatkan Emtek dalam kepemilikan saham di dompet digital tersebut.
Di samping Keluarga Sariaatmadja, Emtek juga dimiliki oleh bos Grup Indofood Anthoni Salim. Selain gerai retail Indomaret, Anthoni melalui PT Indolife Pensiontama jadi pengendali PT Bank Ina Perdana Tbk (INA).
Saat ini, Bank Ina dalam proses penambahan modal melalui penerbitan saham baru (rights issue) senilai hingga Rp 1,24 triliun. Dalam surat keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, 29 September lalu, Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu menyatakan, dana yang diperoleh dari aksi korporasi itu akan digunakan untuk mengembangkan layanan perbankan digital berupa aplikasi digital.
Langkah Anthoni Salim membesarkan Bank Ina ini dikabarkan bagian dari upaya membawa masuk bank digital ke dalam ekosistem Emtek dan Grab beserta Grup Salim. “Bank digital menjadi bagian penting dalam ekosostem besar digital tersebut,” kata seorang investor startup.
Ketiga, ekosistem Sea Group asal Singapura. Raksasa digital ini beroperasi di Indonesia melalui bisnis e-commerce Shopee dan gim Garena. Selain mengembangkan layanan pesan makanan ShopeeFood dan ShopeePay, Sea sudah mendirikan bank digital Seabank.
Kabar terbaru, Sea Group juga digandeng oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk / BNI (BBNI) untuk mengembangkan Bank Mayora menjadi bank digital.
Selain tiga kelompok besar tersebut, Grup Djarum juga terus membangun ekosistem digital. Pengendali PT Bank Central Asia Tbk / BCA (BBCA) ini memiliki layanan e-commerce Blibli, dan tengah memacu bank digitalnya, yaitu BCA Digital (blu). Di sisi lain, Blibli baru saja mengakuisisi PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) yang memiliki jaringan retail Ranch Market.
Jadi, ke bank digital mana Tigor Siahaan akan berlabuh?