Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan cetak biru transformasi digital perbankan sebagai acuan agar industri perbankan lebih memiliki daya tahan dan berdaya saing.
Setidaknya, ada lima elemen pengembangan digitalisasi perbankan dalam cetak biru ini. Salah satunya, terkait kebijakan perlindungan data demi meningkatkan kepercayaan masyarakat.
“Peluncuran Cetak Biru ini merupakan gambaran yang lebih konkret atas berbagai inisiatif dan komitmen OJK dalam mendorong akselerasi transformasi digital pada perbankan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana pada peluncuran cetak biru secara virtual, Selasa (26/10).
Heru mengatakan, kelima elemen ini merupakan langkah strategis untuk mendorong perbankan dalam menciptakan inovasi produk dan layanan keuangan yang dapat memenuhi ekspektasi konsumen dan berorientasi pada konsumen.
Elemen pertama adalah data. Ini mencakup kebijakan perlindungan data, transfer data, dan tata kelola data. Heru menilai, aspek-aspek data tersebut penting dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan perbankan digital.
Perlindungan data yang memadai dianggap mampu membangun kepercayaan nasabah untuk menyediakan data guna berbagai kepentingan yang lebih besar, tanpa disalahgunakan atau melanggar hak-hak pribadi.
Di samping itu, perbankan perlu memenuhi 7 prinsip dalam mengumpulkan dan memproses data konsumen. Ketujuh prinsip itu antara lain: 1. Absah, adil, dan transparan, 2. Tujuan khusus, 3. Minimalisasi data, 4. Akuntabilitas, 5. Integritas dan rahasia, 6. Pembatasan penyimpanan konsumen yakni, dan 7. Akurat.
Elemen kedua adalah teknologi. Adopsi teknologi perlu dilakukan dengan memperhatikan prinsip adopsi teknologi yang bertanggung jawab serta memenuhi prinsip pemilihan, pemanfaatan, dan pengelolaan teknologi yang memadai, dan arsitektur teknologi informasi.
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, adopsi teknologi dibedakan antara tata kelola dan manajemen. Hal ini dilakukan mengingat keduanya mencakup aktivitas, struktur organisasi, dan tujuan yang berbeda.
Transformasi digital dapat memberi manfaat secara maksimal bagi bank jika adopsi teknologi informasi sesuai dengan kebutuhan proses bisnis, kebutuhan dan karakteristik konsumen, dan mampu mendukung arah, tujuan, dan strategi bisnis bank.
Heru menjelaskan, untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal, bank perlu merancang arsitektur teknologi informasi. "Sebagai bentuk transformasi digital yang dilakukan bank sebelum membangun infrastruktur teknologi informasi," katanya.
Elemen ketiga adalah manajemen risiko teknologi informasi. Ini mencakup keamanan siber bank umum dan alih daya (outsourcing). Pemanfaatan teknologi informasi perlu didukung penerapan manajemen risiko yang efektif untuk memitigasi risiko, termasuk risiko alih daya dan keamanan siber.
Proses manajemen risiko terkait teknologi informasi antara lain mencakup identifikasi risiko, mengelola risiko, memitigasi risiko, dan mengoptimalkan risiko dengan pengawasan dan evaluasi.
Elemen keempat adalah kolaborasi. Hal ini mencakup platform berbagi dan kerja sama bank dalam ekosistem digital.
"Perkembangan teknologi menyebabkan terbentuknya ekosistem baru yang bersifat digital, dimana bank menjadi salah satu pemain dalam ekosistem tersebut," kata Heru.
Kemitraan atau kolaborasi bank dengan institusi bank, keuangan non-bank, maupun non-keuangan, mampu memberikan peluang bagi bank untuk mendapatkan konsumen baru, memanfaatkan inovasi mitra, dan memperoleh akses data untuk pengembangan produk dan layanan bank.
Kolaborasi bank dengan institusi lain dapat berbentuk platform sharing (super-app), atau kerja sama antara bank dengan institusi lain, seperti berbagi infrastruktur dalam kelompok usaha bank atau kerja sama distribusi layanan dan produk.
Elemen terakhir adalah tatanan institusi. Hal ini mencakup dukungan pendanaan, kepemimpinan, desain organisasi, talenta sumber daya manusia, dan budaya.
Transformasi digital perlu didukung oleh kesiapan tatanan institusi bank meliputi, sumber pendanaan dan investasi teknologi informasi, pemimpin digital, desain organisasi, budaya digital, serta talenta digital.
Dalam rangka transformasi digital perbankan, bank harus memiliki kepemimpinan digital yang diartikan sebagai kepemimpinan strategis yang dapat memanfaatkan aset digital perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan digital merupakan kombinasi dari pengembangan kapasitas digital dan kapasitas kepemimpinan. Digital capabilities meliputi kemampuan dalam penggunaan teknologi untuk mengubah proses bisnis bank
Sementara kapabilitas kepemimpinan meliputi kemampuan untuk menggerakkan dan memimpin transformasi digital dalam hal teknologi dan bisnis, visi dan tujuan, pemberdayaan tenaga kerja, tata kelola, serta budaya dan keterlibatan.
OJK: Inovasi Harus Perhatikan Unsur Kehati-Hatian
Cetak biru ini disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek meliputi studi terkait perbankan masa depan, kondisi digitalisasi perbankan, standar internasional, acuan terbaik industri perbankan, masukan pemangku kepentingan, dan harmonisasi dengan kebijakan/regulasi otoritas terkait.
Heru mengatakan cetak biru ini mengedepankan aspek keseimbangan dan technology neutral. Aspek keseimbangan ini ditujukan untuk menyeimbangkan upaya mendorong inovasi perbankan dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian.
"Ini bertujuan ntuk menjaga kinerja perbankan dalam kondisi terjaga atau safe and sound banking," kata Heru.
Sementara aspek technology neutral diterapkan untuk lebih fleksibel dalam penerapan teknologi tertentu. "Sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang," kata Heru.
Cetak biru ini mengedepankan tiga karakteristik mendasar. Pertama, menganut konsep prinsip dasar dalam bentuk prinsip-prinsip umum untuk memberikan ruang bagi industri untuk berkembang.
Kedua, lebih kepada pendekatan fasilitatif. Cetak Biru disusun untuk memfasilitasi dan mendorong inovasi digital tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian.
Ketiga, living document sehingga bersifat dinamis dan akan akan terus diperbarui untuk mengakomodasi berbagai perkembangan yang terjadi pada perbankan.