Rupiah Dibuka Melemah Rp14.379/US$ Dibayangi Sentimen The Fed

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU
Pegawai menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (5/11/2021).
8/4/2022, 10.07 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 17 poin ke level Rp 14.379 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Pergerakan rupiah masih dibayangi sentimen pengetatan moneter bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang kini mengerek kenaikan imbal hasil (yield) US Treasury ke level tertinggi dalam tiga tahun.

Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik menguat ke Rp 14.373 pada pukul 09.20 WIB. Tetapi ini masih di atas penutupan kemarin di level Rp 14.362 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia lainnya melemah terhadap dolar AS pagi ini. Pelemahan terdalam pada won Korea Selatan 0,38%, disusul rupee India 0,27%, dolar Taiwan dan peso Filipina yang kompak melemah 0,25%, dolar Singapura 0,15%, bath Thailand 0,1%, yuan Cina 0,08%, ringgit Malaysia 0,06% dan dolar Hong Kong 0,01%. Sebaliknya, yen Jepang satu-satunya yang menguat sebesar 0,1%.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah masih akan tertekan hari ini akibat sentimen pengetatan moneter The Fed yang kini mengerek kenaikan yield US Treasury. Rupiah akan melemah ke arah Rp 14.380, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.340 per dolar AS.

"Sentimen ekspektasi kebijakan pengetatan moneter AS yang agresif masih akan memberikan tekanan ke rupiah hari ini," kata Ariston, Jumat (8/4).

 Kekhawatiran pasar ini terutama setelah rilis notulen rapat The Fed pada Rabu malam (6/4) yang mengindikasikan kemungkinan kenaikan bunga acuan The Fed sebesar 50 bps di pertemuan bulan depan. Selain itu, sebagian besar pejabat The Fed juga tampaknya akan mulai mengurangi kepemilikan asetnya yang juga akan diumumkan bulan depan.

Ekspektasi terhadap langkah agresif The Fed ini telah mendorong yield US Treasury  (imbal hasil surat utang AS) kembali naik terutama untuk benchmark 10 tahun. Yield US Treasury naik ke 2,66% pada perdagangan kemarin, bertahan di atas level 2,6% selama dua hari terakhir. Level imbal hasil ini merupakan yang tertinggi sejak 7 Maret 2019 sebesar 2,64%.

"Kenaikan yield ini mengindikasikan ekspektasi pasar meninggi terhadap kebijakan pengetatan moneter AS yang agresif. Ekspektasi ini mendorong penguatan dolar AS terhadap mata uang lainnya," kata Ariston.

Di sisi lain, harga minyak mentah dunia yang mulai turun bisa membantu meredakan kekhawatiran pasar terhadap inflasi. Kondisi ini bisa menjadi sentimen positif untuk aset berisiko termasuk rupiah.

 Minyak mentah jenis WTI kontrak Mei turun 0,6% menjadi US$ 96,6 per barel. Penurunan juga untuk minyak Brent sebesar 0,5% menjadi US$ 101,07 per barel.

Analis Bank Mandiri Rully A Wisnubroto melihat ada sentimen positif dari dalam negeri. Ia memperkirakan rupiah akan berada di rentang Rp 14.340 hingga Rp 14.382 per dolar AS.

"Di dalam negeri, tingkat kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi cukup tinggi, meski masih dibayangi oleh kenaikan inflasi," ujarnya kepada Katadata.co.id

Sebaliknya, sentimen dari luar negeri cenderung negatif ke rupiah. Rully sependapat dengan Ariston, pergerakan yield US Treasury akan mempengaruhi rupiah hari ini, di samping juga kenaikan harga-harga global.

Nilai tukar Rupiah kembali menguat terhadap beberapa mata uang regional pada 2021 seiring kasus Covid-19yang mulai mereda. Bangkitnya ekonomi domestik memberikan dorongan terapresiasinya nilai tukar rupiah.

Reporter: Abdul Azis Said