OJK Terbitkan Dua Aturan Pendorong Kinerja Kredit dan Kesehatan BPR

ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/tom.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
19/4/2022, 11.01 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan dua aturan baru bidang perbankan yang bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit serta penguatan kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau BPR Syariah.

Adapun, aturan pertama yang diterbitkan yakni, Peraturan OJK Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, di dalam ketentuan ini, penilaian tingkat kesehatan BPR dan BPRS menggunakan pendekatan risiko dengan cakupan penilaian terhadap faktor profil risiko, tata kelola, rentabilitas, dan permodalan, melalui analisis yang komprehensif dan terstruktur.

OJK berwenang untuk menurunkan peringkat komposit tingkat kesehatan BPR dan BPRS, jika pada hasil identifikasi dan penilaian OJK ditemukan permasalahan yang secara signifikan memengaruhi atau akan memnegaruhi operasional dan/atau kelangsungan usaha BPR dan BPRS.

Adapun, peringkat tingkat kesehatan BPR dan BPRS ditetapkan ke dalam lima peringkat yaitu Peringkat Komposit 1 (PK-1), Peringkat Komposit 2 (PK-2), Peringkat Komposit 3 (PK-3), Peringkat Komposit 4 (PK-4), Peringkat Komposit 5 (PK-5). Urutan peringkat yang lebih kecil mencerminkan kondisi BPR dan BPRS yang lebih baik.

Sementara itu, penilaian tingkat kesehatan dilakukan oleh BPR dan BPRS paling sedikit dilakukan setiap semester dan akan berlaku sejak laporan Desember 2022 untuk tahapan uji coba. Sedangkan, pengenaan sanksi berlaku efektif  sejak laporan Desember 2023.

"Penerapan manajemen risiko dan tata kelola diharapkan juga dapat mengurangi surprising event yang negatif, misalnya kejadian fraud dan risiko likuiditas, yang dapat mempengaruhi kinerja BPR dan BPRS," kata Heru, dalam keterangan resminya, Senin (18/4).

Aturan ini diterbitkan untuk mendorong penerapan manajemen risiko dan tata kelola bagi industri BPR dan BPRS yang semakin kompleks. Ini seiring dengan perkembangan industri jasa keuangan, inovasi produk serta layanannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Perkembangan industri BPR dan BPRS yang dinamis harus diiringi dengan penguatan pada aspek manajemen risiko dan tata kelola, agar kelangsungan usahanya dapat tetap terjaga, agile (lincah) dan resilient (elastis)," kata Heru.

Halaman:
Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi