Survei: 30% Usia Lanjut Merasa Cemas Lakukan Transaksi Online

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ilustrasi pembayaran melalui kanal digital
4/5/2022, 13.35 WIB

Pembayaran digital telah menjadi pilihan utama bagi banyak konsumen di Asia Tenggara dalam hal melakukan transaksi keuangan online. Namun, di tengah maraknya digitalisasi, masih banyak kelompok masyarakat yang merasa cemas untuk melakukan transaksi online.

Penelitian yang dilakukan oleh perusahaan keamanan siber, Kaspersky menunjukkan bahwa, satu dari lima atau sebesar 21% pengguna layanan pembayaran digital di Asia Tenggara masih mengalami kecemasan saat melakukan transaksi online. Di antara usia-usia lain, kekhawatiran tertinggi terjadi pada kelompok tertua, atau generasi bisu (silent generation) sebesar 30%.

Penelitian bertajuk 'Mapping a digitally secure path for the future of payments in APAC' ini dilakukan oleh lembaga penelitian YouGov di wilayah utama di Asia Pasifik, termasuk Australia, Cina, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam. Adapun, penelitian dilakukan dengan jumlah responden sebanyak 1.618 orang dan berusia antara 18-25 tahun.

Menurut hasil penelitian tersebut, hampir satu dari lima pengguna di Asia Tenggara atau sebesar 17% mengakui bahwa mereka lebih suka membayar dengan uang tunai, di mana generasi tertua mencatat persentase tertinggi yakni sebesar 20% di antara semua kelompok umur.

Penyebabnya, kelompok usia lanjut mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan teknologi baru. Sebanyak 20% di antaranya juga mengalami kesulitan dalam melakukan transaksi online.

"Kekhawatiran mereka dapat dimengerti dan merupakan tindakan pencegahan terhadap kesalahan dalam menggunakan teknologi dan bisa menimbulkan kerugian," kata Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky Sandra Lee, dalam hasil risetnya, dikutip Rabu (4/5).

Untuk itu, Sandra mengimbau kepada generasi milenial atau yang berusia lebih muda untuk untuk melangkah maju dan membantu orang yang lebih tua untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Ia menyebut, kesadaran masyarakat dan pemerintah, serta upaya edukasi juga merupakan indikator penting dalam mempercepat adaptasi teknologi baru bagi kelompok usia lanjut.

Generasi tertua paling menyukai efisiensi perangkat lunak antivirus. Lebih dari tiga di antara lima orang dewasa berusia 55 tahun ke atas atau 61% dari responden penelitian, menunjukkan tingkat kepercayaan tertinggi terhadap solusi keamanan dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda.

Sementara itu, rata-rata setengah dari semua generasi di Asia Tenggara telah memahami pentingnya penggunaan perangkat lunak antivirus untuk melindungi uang dan data pribadi mereka secara online. Adapun, Gen Z menunjukkan kepercayaan paling rendah sebesar 46%, generasi milenial sebesar 49%, dan Gen X sebesar 52%.

Kemudian, hampir seperempat atau 20% dari semua responden merasa bahwa, penggunaan perangkat lunak antivirus sudah cukup. Lalu, sebesar 17% responden merasa tidak yakin atau tidak mengetahui tentang bagaimana antivirus dapat membantu dalam mengurangi risiko kerugian finansial.

Namun, masih ada sekitar 14% dari responden yang mengatakan bahwa, perangkat lunak antivirus bukanlah alat penting dalam memerangi ancaman dunia maya, yang dapat mengancam data keuangan dan properti.

Mengutip hasil penelitian, para pakar Kaspersky menyarankan masyarakat untuk menggunakan perangkat serta aplikasi secara efektif. Selain itu, memasang fungsi kontrol orang tua atau parental guide juga disarankan agar penggunaan perangkat bagi kelompok usia lanjut lebih sederhana.

"Fungsi tersebut dapat membantu mereka (kelompok usia lanjut) untuk mengelola komputer, perangkat, dan aplikasi dengan membatasi jumlah opsi yang dapat diakses, sehingga mereka terhindar dari kebingungan," ujar dia.

Selain itu, edukasi juga sangat diperlukan untuk menghindari kerugian finansial, seperti cara menyimpan kata sandi secara pribadi, dan hanya diperbolehkan untuk berbagi informasi dengan orang terdekat. Lalu, hanya terhubung ke jaringan rumah saat melakukan transaksi online, dan tidak pernah mengklik tautan yang mencurigakan.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi