Pemerintah tengah memulai proses transisi pandemi Covid-19 menuju endemi. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kemanusiaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa pemerintah juga berencana menghentikan subsidi biaya perawatan pasien Covid-19 secara bertahap.
"Secara bertahap, pasti itu. Kalau memang wabahnya sudah tidak ada, masa harus disubsidi terus," kata Muhadjir di Jakarta, Kamis (19/5), seperti dikutip dari Antara.
Dia mengatakan, pemerintah nantinya akan memperlakukan penanganan Covid-19 sebagaimana penanganan penyakit influenza biasa. Dengan demikian, pmeriksaan laboratorium untuk afirmasi kasusnya tidak akan mendapat bantuan pembiayaan dari pemerintah.
Adapun pembiayaan pengobatan pasien Covid-19 selanjutnya akan dikembalikan ke mekanisme pembiayaan dalam program jaminan kesehatan nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. "Kalau sekarang kan tidak seperti itu, ditanggung semua oleh pemerintah," katanya.
Muhadjir mengatakan bahwa penularan Covid-19 di Indonesia sudah terkendali. Ini ditandai dengan terus menurunnya angka kasus dan tingkat kematian akibat penyakit itu. "Di DKI, rumah sakit rujukan itu sebagian besar yang meninggal itu saat ini bukan karena Covid-19, tetapi kanker. Kedua adalah pneumonia non-spesifik. Kematian akibat Covid-19 saat ini ranking 14, justru paling bawah," katanya.
Ia memastikan pemerintah tetap berhati-hati dalam menentukan langkah transisi menuju endemi meski penularan Covid-19 sudah mulai terkendali.
"Tentu semua ini tidak berarti kita semborono. Tidak boleh sembarangan, tidak boleh menganggap enteng, karena kita tidak tahu perkembangan virus ini," katanya.
Ia juga mengingatkan, virus corona varian baru dikonfirmasi muncul di negara lain. "Maka tidak ada kata lain, kita harus waspada menghadapi COVID-19 ini. Mudah-mudahan kita berhasil menuju transisi endemi," katanya.
Kementerian Keuangan mencatat, biaya perawatan pasien Covid-19 yang harus ditanggung pemerintah mencapai Rp 100 triliun pada tahun lalu. Rata-rata biaya perawatan satu orang pasien mencapai Rp 70 juta.
Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan mengatakan, jumlah pasien yang masuk rumah sakit akibat Covid-19 di tengah lonjakan kasus Omicron relatif lebih sedikit dibandingkan saat lonjakan Delta. Kondisi ini membantu pemerintah menghemat anggaran karena pasien yang perawatannya ditanggung negara, dapat melakukan karantina mandiri dengan dukungan layanan telemedicine.
"Karena begitu masuk rumah sakit kan perlu beberapa hari untuk isolasi, dukungan peralatan dan obat-obatan, per harinya bisa Rp 3 juta-Rp 5 jutaan," kata Rofyanto dalam diskusi daring, Senin (14/3).
Ia menjelaskan mahalnya biaya perawatan pasien Covid-19 menguras anggaran pemerintah. Pemerintah telah menghabiskan Rp 83,26 triliun untuk klaim pasien yang dibayarkan pada tahun lalu, atau 117,7% dari pagu awal yang dianggarkan sebesar Rp 63,51 triliun.
Meski demikian, nominal tersebut belum sepenuhnya melunasi tagihan yang masuk tahun lalu. "Tagihannya luar biasa besar di 2021, dan belum seluruhnya dibayarkan. Masih ada tunggakan yang harus kita bayarkan di tahun 2022 ini," kata Rofyanto.
Total tagihan tahun lalu diperkirakan mencapai lebih dari Rp 100 triliun. Kemenkeu mencatat masih ada tunggakan belum bayar mencapai Rp 25,1 triliun hingga awal Februari.