Apa yang Dapat OJK Lakukan Jika Bank Bermasalah?

Donang Wahyu|KATADATA
Gedung OJK
15/7/2022, 18.24 WIB

Presiden Joko Widodo telah memberikan peringatan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjaga stabilitas industri keuangan, agar tetap berjalan baik dan sehat.

Presiden tak mau mengambil risiko, sehingga meminta OJK mengawasi sektor perbankan secara detail, meski laporan makro sektor keuangan menyatakan kondisinya cukup baik. "Kalau ada yang bermasalah bisa menimbulkan efek domino," kata Jokowi dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/7).

Kekhawtiran Presiden cukup beralasan, sebab survei terbaru Bloomberg menunjukkan ada probabilitas ekonomi Indonesia jatuh ke jurang resesi, walaupun persentasenya sangat kecil, hanya sebesar 3%.

Lalu, apa yang dapat dilakukan OJK jika terdapat bank bermasalah yang berpotensi berdampak sistemik dan mengganggu stabilitas keuangan?

Bentuk Pengawasan OJK

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, lembaga ini berwenang menetapkan status pengawasan terhadap bank. Status ini terdiri atas pengawasan normal, intensif, atau khusus.

Pengawasan normal dilakukan rutin secara berkala oleh OJK terhadap bank yang tidak memiliki potensi membahayakan kelangsungan usaha.

Sedangkan pengawasan intensif dilakukan terhadap bank yang memiliki potensi kesulitan dan dapat membahayakan kelangsungan usahanya. Yakni bank yang memenuhi satu atau lebih kriteria berikut:

  1. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) lebih besar dari 8% namun kurang dari rasio KPMM sesuai profil risiko Bank yang wajib dipenuhi Bank;
  2. Rasio modal inti (tier 1) kurang dari persentase tertentu yang ditetapkan OJK;
  3. Rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dalam rupiah sama dengan, atau lebih besar dari rasio yang ditetapkan untuk GWM dalam rupiah yang wajib dipenuhi Bank, namun berdasarkan penilaian OJK Bank memiliki permasalahan likuiditas mendasar;
  4. Rasio kredit atau pembiayaan bermasalah secara neto (Non Performing Loan/Non Performing Financing net) melebihi 5% dari total kredit atau total pembiayaan;
  5. Tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit empat atau peringkat komposit lima; dan/atau
  6. Tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit tiga dan tata kelola dengan peringkat faktor tata kelola empat atau peringkat faktor tata kelola lima.

Durasi pengawasan intensif akan berlaku selama satu tahun, dan OJK dapat memperpanjang pengawasan tersebut maksimal sekali dengan durasi satu tahun.

Apabila dalam masa pengawasan intensif bank tidak menghasilkan perbaikan, maka akan diklasifikasikan sebagai bank yang memiliki kesulitan sehingga ditetapkan dengan status pengawasan khusus.

Pasal 5 Ayat (2) POJK ini menjelaskan, pengawasan khusus berlaku jika bank tersebut memenuhi satu atau lebih kriteria berikut:

  1. Rasio KPMM kurang dari 8%; dan/atau
  2. Rasio GWM dalam rupiah kurang dari rasio yang ditetapkan untuk GWM dalam rupiah yang wajib dipenuhi oleh Bank, dan berdasarkan penilaian OJK:
  1. Bank mengalami permasalahan likuiditas mendasar; atau
  2. Bank mengalami perkembangan likuiditas yang memburuk dalam waktu singkat.

Pengawasan khusus dilakukan maksimal tiga bulan sejak tanggal surat pemberitahuan OJK.

Berdasarkan situs resmi OJK, terhadap bank dengan status pengawasan khusus ada beberapa tindakan yang akan diambil Bank Indonesia (BI):

  • Memerintahkan bank dan atau pemegang saham untuk mengajukan rencana perbaikan permodalan secara tertulis kepada BI.
  • Memerintahkan bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan perbaikan atau mandatory supervisory actions.

Kemudian, memerintahkan bank dan atau pemegang saham untuk melakukan tindakan antara lain:

  • Mengganti dewan komisaris dan atau direksi Bank;
  • Menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
  • Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
  • Menjual bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban Bank;
  • Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;
  • Menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban Bank kepada bank atau pihak lain; dan atau
  • Membekukan kegiatan usaha tertentu Bank.
  • Meski begitu, bank dilarang melakukan pembayaran distribusi modal seperti pembagian deviden atau pemberian bonus; melakukan transaksi dengan pihak terkait atau pihak lain yang ditetapkan BI; Bank dilarang melakukan pembayaran terhadap pinjaman subordinasi. Selain itu, bank dikenakan pembatasan pertumbuhan aset dan kompensasi kepada pihak terkait.

Wewenang OJK untuk Menyehatkan Bank Sistemik

Selain aturan tersebut, untuk mengantisipasi terjadinya krisis ekonomi akibat bank gagal yang berdampak sistemik setelah pandemi melanda Indonesia, Presiden membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Aturan tersebut dibuat agar Pemerintah dan lembaga terkait dapat segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan, melalui berbagai kebijakan relaksasi berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Untuk memenuhi aturan ini, dalam pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek kepada bank bermasalah, OJK melakukan penilaian
mengenai pemenuhan persyaratan/kecukupan solvabilitas dan tingkat kesehatan bank sistemik. Selain itu, bersama BI melakukan penilaian mengenai pemenuhan kecukupan agunan dan perkiraan kemampuan bank sistemik atau bank selain bank sistemik untuk mengembalikan pinjaman likuiditas jangka pendek. 

Apabila bank sistemik masih mengalami kesulitan setelah mendapatkan pinjaman likuiditas jangka pendek, bank tersebut dapat mengajukan permohonan Pinjaman Lukuiditas Khusus (PLK) kepada BI.

Setelah menerima permohonan ini, sesuai Pasal 18 Ayat (2) Perppu tersebut, BI berkoordinasi dengan OJK untuk meminta digelar rapat KSSK. Selanjutnya, KSSK membahas pemberian PLK dengan mempertimbangkan rekomendasi BI berdasarkan penilaian OJK mengenai informasi kondisi keuangan bank tersebut.

Perppu ini juga memberikan beberapa wewenang kepada OJK, dalam rangka mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK untuk menangani permasalahan stabilitas sistem keuangan.

OJK berwenang untuk memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk bergabung, meleburkan diri, mengambil alih, berintegrasi dan/atau melakukan konversi.

Kemudian, menetapkan pengecualian bagi pihak tertentu dari kewajiban melakukan prinsip keterbukaan di bidang pasar modal untuk mencegah dan menangani krisis sistem keuangan.

Selanjutnya, menetapkan ketentuan mengenai pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat lainnya.

Hal ini dilakukan dengan peningkatan belanja untuk kesehatan, pengeluaran untuk jaring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian, serta memperkuat kewenangan berbagai lembaga dalam sektor keuangan. Salah satunya OJK.

Perppu ini juga memberikan OJK wewenang untuk mempercepat proses restrukturisasi dan merger bank yang bermasalah akibat pandemi.

Adakah Bank Bermasalah?

Berdasarkan catatan Katadata, terdapat masalah pada dua bank besar yang sempat terjadi selama pengawasan perbankan berada di bawah OJK, yakni PT Bank Muamalat, Tbk. dan PT Bank Bukopin, Tbk. Keduanya mengalami masalah permodalan, salah satunya yakni Bukopin bahkan sempat mengalami rush atau penarikan dana nasabah secara besar-besaran.

Saat ini, Mumalat telah mendapatkan suntikan modal dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), sedangkan Bukopin mendapatkan suntikan dari bank asal Korea Selatan, Kookmin Bank. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam pertemuan dengan industri jasa keuangan pada pekan lalu menjelaskan kondisi industri keuangan terjaga tetap stabil dan berada dalam tren yang positif.

Penyaluran kredit hingga Mei 2022 tumbuh 9,03% secara tahunan atau 4,23% dibandingkan posisi akhir tahun lalu. Rasio kecukupan modal sangat tinggi mencapai 24,74%, jauh di atas ambang batas minimal yang ditetapkan OJK sebesar 8%.

"Profil risiko perbankan juga masih berada di bawah threshold yaitu 3,04%," kata Wimboh, Kamis (7/7). 

Berdasarkan data statistik OJK, perbankan juga berhasil membukukan keuntungan pada kuartal pertama tahun ini. Laba bank umum bahkan melonjak 37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp 45 triliun. 

Produk keuangan perbankan yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia saat ini adalah tabungan.

Hal itu tercermin dalam laporan Katadata Insight Center (KIC) yang bertajuk Survei Persepsi Masyarakat Terhadap Produk Keuangan Berkelanjutan.

Menurut survei tersebut, mayoritas responden (82,8%) menggunakan produk tabungan perbankan.