Perusahaan kripto besar asal Amerika Serikat, Celsius telah menyatakan bangkrut beberapa hari lalu. Dalam laporan kebangkrutannya, mereka mengalami defisit US$ 1,2 miliar atau setara Rp 17,9 triliun dan berutang US$ 4,7 miliar kepada para penggunanya.
Celsius sendiri saat ini hanya mengelola dana US$ 167 juta. Padahal Chief Executive Officer (CEO) perusahaan tersebut, Alex Mashinsky pada Oktober 2021 mengatakan jumlah dana yang dikelola mencapai US$ 25 miliar atau setara Rp 374 triliun.
Jatuhnya Celsius menandai kebangkrutan besar ketiga 'bandar' kripto dalam dua pekan terakhir. Kondisi serupa sebelumnya terjadi pada Voyager dan Three Arrows Capital.
Beberapa orang di pasar keuangan menyebut kondisi ini sebagai momen Lehman Brothers-nya kripto. Efek penularan dari pemberi pinjaman kripto yang gagal ini disebut mirip dengan jatuhnya bank besar yang berujung krisis keuangan dunia.
Pelaku pasar menganggap kondisi ini menandakan hari-hari pelanggan menangguk untung besar di pasar kripto telah berakhir. Namun mengapa hal ini bisa terjadi?
Analis mengatakan Celsius jatuh lantaran menjanjikan imbal hasil dan keuntungan besar untuk menarik investor baru. Singkatnya, perusahaan tersebut membayar keuntungan kepada investor lama dari uang pengguna baru.
"Hasil di ujung lain palsu. Dasarnya mereka menarik lewat pengembalian (skema Ponzi)," kata Nic Carter dari Castle Island Venture pada Minggu (17/7) dikutip dari CNBC.
Dalam satu gugatan, Celsius dituduh beroperasi dengan skema Ponzi. Mereka membayar para deposan awal dengan uang yang didapat dari pengguna baru.
Tiga pekan setelah Celsius menghentikan semua penarikan dana, platform tersebut masih beriklan besar dengan janji pengembalian tahunan sebesar 19%. Janji seperti ini tentu saja memikat para calon nasabah baru.
Tak hanya itu, mereka mengivestasikan dana di platform lain yang menawarkan keuntungan setinggi langit. Tujuannya untuk menjaga bisnis model yang dilakoni agar tetap bertahan.
Dalam sebuah laporan, perusahaan tersebut berinvestasi di Anchor, platform yang menjanjikan imbal hasil 20% dari investasi di pinjaman terraUSD (UST). Namun nilai terra ambruk dan berdampak pada tumbangnya Three Arrows Capital dan bandar kripto lainnya.
Analis menganggap langkah Celsius ini fatal lantaran model bisnis Anchor yang tak berkelanjutan. "Mereka (Celsius) memindahkan aset ke instrumen berisiko yang tidak memiliki lindung nilai," kata Nik Bhatia, pendiri The Bitcoin Layer dan asisten profesor bidang keuangan di University of Southern California.
Bhatia lalu mengaitkan tekor US$ 1,2 miliar yang dialami Celsius dengan model bisnis yang buruk tersebut. Hal ini juga diperparah dengan penurunan harga aset. "Sementara kewajibannya tetap, jadi sekali lagi itu model bisnis yang buruk," katanya.
Dalam pengajuan bangkrut, Celsius menyatakan sebagian besar aktivitas akun akan dihentikan sampai pemberitahuan lebih lanjut. Namun Bab 11 Undang-Undang Kepailitas AS menyatakan pelanggan tak bisa menerima uang mereka kembali selama proses kebangkrutan.
Hal ini menjadi sorotan terhadap regulasi pasar kripto yang tak memiliki instrumen perlindungan konsumen untuk melindungi dana pengguna ketika terjadi krisis. Ini berbeda dengan perbankan yang memiliki mekanisme asuransi terhadap simpanan nasabah.
Oleh sebab itu, legislator di Amerika Serikat saat ini bersiap mengatur lagi aturan dasar kripto. Senator Cynthia Lummis dan Kirsten Gilibrand menyatakan akan menyasar Undang-Undang yang lebih jelas untuk mengatur industri ini. Payung hukum tersebut juga akan membagi pengawasan di antara regulator.