Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji prospek dan kelayakan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) menjadi jaminan kredit ke lembaga perbankan.
Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan pihaknya masih melakukan kajian, khususnya terkait masalah valuasi, ketersediaan pasar sekunder (secondary market), penilaian untuk likuidasi HaKI, dan infrastruktur hukum eksekusi HKI.
Menurut dia, saat ini ekosistem HaKI di pasar sekunder masih belum cukup kuat dan mekanisme penentuan valuasi sebuah HaKI masih terbatas. Sementara itu, bank harus mengetahui nilai dari barang jaminan kredit.
"Sehingga dibutuhkan peran pemerintah dan pihak terkait untuk menangani isu tersebut," ujar Dian seperti dikutip dalam laman media sosial OJK, Senin (25/7).
Dia menjelaskan, kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan sepenuhnya merupakan kewenangan bank berdasarkan hasil penilaian terhadap calon debitur.
Adapun, agunan atau jaminan dalam penyediaan dana, baik kredit maupun pembiayaan, bersifat opsional tergantung dari risiko bank terhadap skema dan jenis kredit, serta kapasitas calon debiturnya.
Menurut dia, setiap bank pasti memiliki kriteria pemberian kredit masing-masing dalam proses pengajuan dan persetujuan kredit. "Salah satu yang biasanya ada dalam Risk Acceptance Criteria (kriteria penerimaan risiko) bank ialah prospek usaha dan kapasitas membayar calon debitur," katanya.
Selain itu, bank juga memiliki penilaian kredit atau credit scoring yang dapat digunakan untuk menganalisa kemampuan bayar calon debitur. Selama calon debitur memenuhi kriteria yang ditetapkan bank dan dalam rentang risk appetite bank tersebut, maka kredit dapat dipertimbangkan untuk disetujui.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif. Regulasi tersebut memuat skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual atau intellectual property (IP). Ini merupakan peraturan pelaksana Undang-Undang (UU) Nomor 24 tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif.
"Peraturan ini mengatur di antaranya skema pembiayaan yang dapat diperoleh pelaku ekonomi kreatif melalui lembaga keuangan bank maupun non bank, yang berbasis kekayaan intelektual," kata Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, dikutip dari Youtube DJKI Kemenkumham, Kamis (21/7).
Pasal 7 ayat 1 PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif berbunyi, “pembiayaan berbasis kekayaan intelektual diajukan oleh pelaku ekonomi kreatif kepada lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan nonbank."
“Itu artinya sertifikat kekayaan intelektual dapat dijaminkan di bank sebagai fidusia," ujar Yasonna.
Yasonna mencontohkan konten YouTube yang bisa dijadikan jaminan utang di bank. Namun syaratnya, memiliki penonton hingga jutaan. Selain itu, sudah didaftarkan hak kekayaan intelektual, sehingga ada sertifikatnya.