Bank Indonesia (BI) diperkirakan kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di kisaran 25 - 50 basispoin (Bps) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang akan berlangsung Kamis (17/11) hari ini.
Sebelumnya, dalam RDG Oktober lalu, bank sentral memutuskan BI7DRR naik 50 bps menjadi 4,75%. Secara akumulasi, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 125 Bps sepanjang tahun ini, dari level 3,5% pada awal 2022.
David Sumual, Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk (BCA) memperkirakan, suku bunga acuan BI akan meningkat 50 Bps. Hal itu perlu dilakukan untuk menjaga daya tarik aset rupiah di tengah tren kenaikan Fed Fund Rate (FFR).
"Selain itu, (kenaikan suku bunga acuan BI) untuk menjangkar ekspektasi inflasi agar bisa kembali ke level inflasi jangka panjang sekitar 3% - 4%," katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (17/11).
Dia menambahkan, ekonomi Indonesia masih dalam tren pemulihan. Dengan demikian, kenaikan suku bunga acuan belum akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja ekonomi dan permintaan kredit.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan BI7RR sebesar 25 Bps menjadi 5% pada RDG November ini. Menurut dia, hal itu dilakukan sebagai langkah kebijakan untuk menjangkar ekspektasi inflasi, sehingga inflasi inti tahun 2023 akan kembali pada target sasaran inflasi.
"Selain itu, kenaikan suku bunga acuan BI pada bulan ini ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah masih terdapat potensi bank sentral AS yang masih akan melanjutkan untuk menaikkan suku bunganya hingga kuartal I-2023," katanya.
Terkait tingkat inflasi AS pada Oktober yang mulai melandai, Fed diperkirakan akan mulai mengurangi agresivitas kenaikan suku bunga acuan, di mana pada rapat bank sentral Desember mendatang diperkirakan akan naik sekitar 50 Bps.
Dengan langkah kebijakan untuk menjangkar tingkat inflasi dan stabilitas rupiah, maka kondisi ekonomi Indonesia tahun depan diharapkan akan tetap resilien di tengah kondisi ekonomi global, terutama negara-negara maju yang berpotensi mengalami resesi.
Investment Analyst PT Stockbit Sekuritas, Hendriko Gani memperkirakan, suku bunga acuan akan naik sekitar 25 Bps. Hal itu berpotensi dilakukan untuk menjaga kesenjangan suku bunga acuan Indonesia dan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve.
"Kalau melihat konsensus hari ini, suku bunga diprediksi masih akan naik sekitar 25 Bps. Ini sentimen yang sebenernya baik karena dapat kembali menjaga interest rate gap antara BI 7DRRR) dengan Fed Rate," ujar Hendriko kepada Katadata.co.id, Kamis (17/11).
Menurut dia, saat ini, suku bunga acuan Indonesia dan AS terlalu dekat, yakni sebesar 75 Bps. Terlebih, ada potensi AS akan kembali menaikkan suku bunganya pada Desember 2022, sebesar 50 Bps.
"Artinya, kalo BI tidak menaikkan suku bunga, gap (suku bunga acuan) antara Indonesia dan AS tinggal tersisa 25 Bps, dan ini bisa memicu terjadinya foreign outflow (aliran dana asing keluar) kembali dan tidak baik bagi nilai tukar rupiah," jelasnya.
Dia menambahkan, sejak awal November, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak konsolidasi di kisaran 6960 - 7110. Dia mengamati, investor masih melihat dan menunggu atau wait and see terhadap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dan BI.
"Saya rasa, jika terjadi kenaikan suku bunga hari ini, investor akan lebih optimis dengan ekonomi Indonesia dan memberikan sentimen positif ke IHSG," tegasnya.
Pengamat Perbankan, Paul Sutaryono mengatakan, suku bunga acuan BI berpotensi naik minimal 25 Bps menjadi 5%. Menurut dia, kenaikan itu dilakukan sebagai upaya melihat peluang ekonomi ke depan.
"Hal itu bertujuan supaya suku bunga acuan BI dapat menekan inflasi yang kini 5,71% per Oktober 2022, meskipun sudah turun dari 5,95% pada September 2022. Saat ini target inflasi 3% dengan plus minus 1%," paparnya.
Pria yang pernah menjabat Asistent Vice President PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk itu juga menilai, kenaikan suku bunga acuan diperlukan untuk menjaga nilai tukar rupiah agar tidak terlalu melemah.
"Akibatnya, suku bunga kredit perbankan akan terdorong naik. Namun kenaikan baru akan terjadi pada awal tahun depan 2023," ujarnya.
Sebagai informasi, saat ini, BI7DRR berada di level 4,75% Secara kumulatif, BI sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 Bps dalam tiga bulan terakhir. Kenaikan ini membuat selisih suku bunga bersih rupiah dengan dolar AS kembali melebar menjadi 150 Bps, dari sebelumnya yang hanya selisih 100 Bps.
BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 4%, kemudian suku bunga lending facility naik 50 bps menjadi 5,5%.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, keputusan ini adalah langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi, sekaligus demi memastikan inflasi inti turun ke sasaran 3,0% +/-1% pada paruh pertama 2023.
"Serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya dolar AS serta tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat," tutur Perry dalam rilis resminya, Oktober 2022.