RUU PPSK Masuk Paripurna, Pemerintah Bisa Berutang ke BI Selamanya

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja Pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Penulis: Andi M. Arief
8/12/2022, 21.52 WIB

Sebelum pandemi Covid-19, BI hanya diizinkan membeli surat berharga pemerintah dari pasar sekunder. Ini untuk menjaga likuiditas sektor perbankan.

Pembelian surat berharga di pasar primer dilarang dengan tujuan menjaga independensi BI dari pemerintah.

Ketika ada pandemi corona, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) I, II, dan III yang memperbolehkan praktik burden sharing. Ini berlaku selama 2020 – 2022.

Anggota KSSK yakni Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Berdasarkan data BI, pembelian surat berharga pemerintah di pasar primer berdasarkan SKB I, II, dan III mencapai Rp 974,09 triliun. Total pembelian ditaksir Rp 1.144 triliun hingga akhir tahun.

Pemerintah kemudian ingin kebijakan tersebut bisa berlaku selamanya. Hal ini pun tertuang dalam draf RUU PPSK pasal 36A.

Dalam pasal tersebut, BI dapat membeli surat berharga negara berjangka panjang di pasar perdana dan membeli repo surat berharga negara milik LPS.

Sri Mulyani menegaskan, harus ada protokol ketat, kredibel, dan dapat diandalkan dalam mendeklarasikan kondisi krisis keuangan. Menurutnya, krisis keuangan adalah situasi luar biasa seperti yang terjadi pada 2020.

"Jadi, ini tidak dalam rangka menciptakan kemungkinan moral hazard. Tapi kalau sampai terjadi krisis kami tidak harus mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang," kata Sri Mulyani.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief