Tinggal di Jakarta tak membuat Ayu, penjual gado-gado di daerah Ciputat, mengandalkan perbankan untuk memperoleh modal usaha. Ayu segan meminjam ke bank karena merasa tak memiliki agunan yang dapat dijaminkan. Pinjaman online pun menjadi solusi bagi Ayu.
Ibu dua anak ini sebenarnya pernah mendapatkan tawaran dari bank untuk memperoleh pinjaman melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) saat masih berjualan di Pasar Modern Bintaro, Tangerang Selatan beberapa tahun lalu. Hanya saja, ia belum membutuhkannya saat itu.
Namun saat mulai membutuhkan modal pada tahun lalu untuk berjualan, bank tak menjadi pilihan Ayu. Ia enggan meminjam di bank karena ragu bisa memperoleh pinjaman karena tak memiliki kendaraan atau aset lain yang dapat menjadi agunan.
"Kalau kayak saya begini, apa yang bisa saya jaminkan? Gerobak?," kata Ayu ditemui di kediamannya yang juga jadi tempatnya berjualan, Ciputat beberapa hari lalu.
Ayu pertama kali mengenal pinjaman online pada pertengahan tahun lalu dari seorang teman. Terhitung sudah lima kali pinjamannya cair yang digunakan untuk modal usaha berjualan gado-gado.
Pinjaman pertamanya diperoleh lima bulan lalu sebesar Rp 300 ribu lewat aplikasi Akulaku. Limit yang ditawarkan terus ditambah seiring pembayaran pinjamannya selalu tepat waktu. Terakhir kali, ia memperoleh pinjaman Rp 900 ribu.
Selain persyaratan yang sedikit, menurut Ayu, pengajuan pinjaman ke pinjol juga relatif cepat. "Tidak sampai 10 menit uangnya langsung masuk. Itu kelebihannya, tidak harus gembar-gembor semua orang tahu, tiba-tiba uangnya sudah masuk aja ke rekening," ujarnya.
Meski demikian, menurut dia, tidak semua aplikasi pinjaman online menawarkan persyaratan mudah. Beberapa kali ia batal mengajukan pinjaman karena mensyaratkan slip gaji, berkas yang tak dimiliki pedagang seperti Ayu.
Syarat yang sederhana, waktu pengajuan hingga pencairan yang cepat, proses serba daring hingga plafon pinjaman yang kecil menjadi alasan pinjol makin diminati. Hal ini terbukti dari data OJK seperti pada grafik dibawah yang menunjukkan jumlah rekening penerima pinjaman meningkat nyaris mencapai 100 juta rekening pada akhir tahun lalu.
Kemudahan Berujung Tumpukan Utang
Ade, bukan nama sebenarnya, bisa dibilang orang lama untuk urusan pinjaman online. Ia punya pengalaman panjang meminjam di fintech lending untuk menyokong usaha online-nya.
Ia mengaku tak pernah melirik pinjaman bank untuk usahanya karena terlanjur pesimistis bank bersedia memberikan pinjaman untuk usaha online-nya.
"Bank kan ada yang pinjaman pakai jaminan BPKB atau surat berharga lainnya? Ya betul. Tapi biasanya BPKB mobil atau sertifikat rumah? Apa aku punya? Nggak," kata Ade, Senin (23/1).
Pinjol juga menjadi solusi bagi Ade. Usahanya berjualan online cukup laris manis sebelum pandemi. Ia pun mendapat tawaran pinjaman modal usaha khusus untuk seller, melalui Shopee Pay Later maupun Shopee Pinjaman.
Ade memperoleh pinjaman pertama sebesar Rp 5 juta. Limit pinjamannya bahkan terus dinaikkan hingga mencapai Rp 30 juta lantaran transaksi bisnis yang lancar. Ia pun dapat memperoleh pinjaman tanpa perlu slip gaji.
Kemudahan tersebut membuat Ade terlena hingga tak sadar pinjamannya lama-lama menggunung meski usahanya tak lagi seramai sebelumnya. Pinjaman yang awalnya produktif pun kini menjadi beban. Ia bahkan sempat terlilit belasan aplikasi pinjol.
Pandemi membuat bisnisnya semakin lesu. Pemasukan tak lancar sehingga Ade kesulitan menutup pinjaman. Ia semakin sulit melunasi tagihan karena tokonya di Shopee terpaksa diblokir sementara karena gagal bayar Shopee Paylater.
Ade bercerita bahkan pernah mengajukan pinjaman di 14 aplikasi online. Sebagian besar masih menunggak.
"Tadinya utang produktif, lama-lama jadi sudah tidak produktif dan jadi banyak karena gali lubang tutup lubang. Sekarang satu-satu dilunasi dan tinggal tujuh pinjol. Kalau ditotal tahun lalu mungkin sudah melunasi utang hingga Rp 30-40 juta," ujarnya.
Ade bukan satu-satunya. Pandemi telah memukul banyak UMKM hingga akhirnya kesulitan melunasi kewajibannya.
TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kegagalan peminjam untuk membayar kewajibannya di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. Tingkat gagal bayar meningkat pada bulan-bulan awal pandemi. Tren wanprestasi tampaknya terus meningkat sejak pertengahan tahun lalu meski kembali melandai menuju akhir tahun.
Bagaimana Pengalaman Mereka yang Meminjak ke Bank?
Pulang dari Amerika Serikat untuk acara peragaan busana pada 2020, Rony Billiardo langsung mengajukan pinjaman program KUR keduanya yang didapatkan dari BRI. Pinjaman 30 juta saat itu digunakan untuk mengembangkan bisnis pakaiannya di Yogyakarta.
Rony memakai nama aslinya untuk jenama pakaiannya Billiardo Indonesia. Ia sering menerima pesanan seragam dari perusahaan atau organisasi tertentu yang omzetnya dalam sekali pesanan mendekati Rp 100 juta. Di luar pesanan khusus, ia dapat mengantongi Rp 10-Rp 15 juta sebulan dari menjual pakaian ready to wear.
Ia pertama kali ikut program KUR sekitar lima tahun lalu dengan pinjaman sebesar Rp 10 juta dari Bank Mandiri. Setelah lulus kuliah, saat itu ia hanya memiliki sertifikat motor yang bisa dijaminkan. Dari pinjaman itu kemudian ia mengembangkan bisnisnya hingga sempat ikut serta dalam peragaan busana di negeri paman sam.
"Belum pernah nyoba pinjaman non-KUR, karena pas butuh modal waktu itu sudah ada KUR juga. Jadi ngapain nyari pinjaman modal yang lebih mahal," ujarnya, Selasa (10/1).
Meski tak sekilat pinjaman online, Billy mengaku proses pengajuan hingga pencairan pinjaman dari bank masih terbilang cepat. Sekilas beberapa prosesnya mulai dari pengajuan, wawancara singkat hingga survei langsung ke lokasi usaha, setelah itu cair.
Dua kali mengajukan pinjaman dan lancar, ia masih berminat untuk menarik pinjaman usaha lagi ke bank di masa mendatang. Apalagi ada program KUR yang menawarkan bunga jauh lebih rendah dibandingkan bunga pinjaman di luar bank, terutama pinjaman online. Pengalaman sering menerima pesan tak dikenal dari pinjaman online membuatnya was-was jika harus meminjam di luar bank.
Cerita Mukson tak kalah menarik. Pemilik pabrik peleburan logam di Tegal itu sudah berkali-kali mengajukan pinjaman ke bank. Pinjaman bank itu yang kemudian dipakai memperluas usahanya hingga bisa membukukan omzet bulanan ratusan juta.
Sepanjang ingatannya, ia sudah keluar masuk kantor BPR Nusumma hampir 20 tahun terakhir. Paling baru, ia dapat pinjaman rekening koran sebesar Rp 1 miliar dan sudah beberapa kali diperpanjang dengan bunga 1,5% per bulan.
Hasil dari pinjaman itu ia pakai untuk 'borongan' besi atau bahan baku untuk usaha peleburannya. Ia butuh modal untuk membeli bahan baku dari tengkulak untuk kemudian diolah menjadi logam batangan yang dikirim ke Surabaya.
Kesetiaan bertahun-tahun sebagai nasabah setia BPR Nusumma menjadi modal bagi Mukhson memetik untung, harap-harap tetap bisa dapat bunga murah di tengah tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral.
"Sebenarnya banyak yang menawarkan bunga lebih murah, tetapi sama BPR Nusumma sudah lama. Jadi saya harap ada perlakuan khusus agar bunga enggak naik meskipun suku bunga saat ini mulai naik," kata Mukhson.