Harga Bitcoin (BTC) sudah anjlok cukup dalam setelah halving pada 20 April lalu. Hal ini memicu opini bahwa aktivitas harga Bitcoin bisa menurun seiring dengan berlanjutnya arus keluar dana dari ETF Bitcoin spot.
Dalam sebulan terakhir, harga Bitcoin sudah turun 17%. Kapitalisasi pasar kripto global anjlok menjadi sekitar US$2,2 miliar (Rp 35,2 triliun). Sementara itu, harga Bitcoin sempat anjlok hingga di bawah US$57.000 untuk pertama kali sejak akhir Februari lalu. Koin alternatif (altcoin) yang populer, seperti Solana (SOL), Dogecoin (DOGE), dan Shiba Inu (SHIB) bahkan turun lebih buruk hingga dua digit dalam skala harian.
Trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur mengatakan penurunan harga Bitcoin disebabkan banyak investor memasuki mode risk-off (menghindari risiko) menjelang keputusan suku bunga bank sentral AS (The Fed). Aksi jual di pasar kripto berlanjut meski The Fed akhirnya mempertahankan suku bunga di kisaran target 5,25%-5,50%.
"Meskipun sejalan dengan ekspektasi pasar, keputusan The Fed tersebut seharusnya mendorong permintaan pembeli terhadap Bitcoin dan pasr kripto yang lebih luas. Pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell juga ramah terhadap pasar kripto, walaupun tidak menanggapi ekspektasi penurunan suku bunga," ujar Fyqieh.
Komentar Powell tidak hawkish seperti yang dikhawatirkan pasar. The Fed akan mempertahankan suku bunga stabil pada Mei dan Juni. Fyqieh mengatakan penurunan suku bunga The Fed yang pertama kemungkinan akan terjadi pada akhir tahun ini.
Ia juga menyebutkan bahwa pelemahan harga Bitcoin disebabkan oleh arus keluar ETF Bitcoin yang terus berlanjut. Sentimen penghindaran risiko investor terlihat jelas di ETF Bitcoin spot di mana terjadi arus keluar selama berhari-hari.
Pada 1 Mei, ETF Bitcoin memiliki total aliran kumulatif sebesar US$11,94 miliar (Rp 191,04 triliun). Angka ini turun sekitar 10% dari puncak lokalnya sebesar US$12,92 miliar (Rp 206,72 triliun) pada pekan lalu.
Menurut data Coindesk, Bitcoin naik 6,45% ke level US$62.963 (Rp 1,01 miliar) pada perdagangan Jumat (3/5).
Pasar Bitcoin Mengalami Jeda
Fyqieh memperkirakan pasar Bitcoin akan mengalami jeda dari harga yang lebih tinggi untuk beberapa waktu setelah halving. Dari sisi analisis teknikal, Bitcoin saat ini berada di posisi yang nyaman di bawah indikator EMA 50 hari tetapi tetap di atas EMA 200 hari. Ini sinyal bearish (penurunan) dalam jangka pendek tetapi bullish (kenaikan) dalam jangka panjang.
Pergerakan harga Bitcoin akan dipengaruhi oleh potensi penembusan dari level resistensi sebesar US$60.365 (Rp 965,84 juta). Jika level ini tembus, pembeli akan menuju EMA 50 hari dan level resistensi US$64.000 (Rp 1,02 miliar).
Namun, Fyqieh menyebut tekanan jual mungkin akan meningkat di level resistensi US$64.000, karena EMA 50 hari bertemu dengan level resistensi. "Para investor perlu mempertimbangkan data pasar tenaga kerja AS dan data aliran ETF Bitcoin spot dari Hong Kong dan AS. Jika Bitcoin turun di bawah level US$55.000 (Rp 880 juta), investor dapat memperkuat posisi mereka di level support US$52.884 (Rp 846,14 juta)," ujarnya.
Dengan indikator Relative Strength Index (RSI) 14 harian yang berada di 31,71, Fyqieh memperkirakan Bitcoin akan mengalami penurunan menuju level US$55.000 (Rp 880 juta) sebelum memasuki wilayah jenuh beli (oversold).
Pasar kripto telah mengalami koreksi signifikan dalam beberapa pekan terakhir. Namun, beberapa investor tetap melihat kondisi saat ini sebagai peluang untuk memasuki ekosistem kripto dengan harga yang lebih terjangkau.
Secara keseluruhan, sentimen di pasar kripto telah berubah menjadi netral untuk pertama kali dalam tiga bulan terakhir setelah berada dalam wilayah 'greed'. Fyqieh menyebut hal ini bisa menjadi indikasi bahwa pasar mulai stabil karena tingkat keserakahan pelaku pasar telah menurun.