IFG Progress Ungkap Tantangan Pulihkan Keuangan Negara di Era Prabowo

Nur Hana Putri Nabila/Katadata
IFG Progress mengungkap bahwa di tengah kondisi ekonomi yang masih membutuhkan pemulihan, peran Kementerian Keuangan, khususnya dalam fungsi treasury, sangat krusial.
15/10/2024, 18.41 WIB

Sri Mulyani Indrawati diperkirakan akan kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan di era Presiden Terpilih Prabowo Subianto, setelah bertemu dengan Prabowo di kediamannya di Jalan Kertanegara, Jakarta, pada Senin (14/10).

Menanggapi hal ini, Senior Research Associate IFG Progress, Ibrahim K. Rohman, menyatakan bahwa di tengah kondisi ekonomi yang masih membutuhkan pemulihan, peran Kementerian Keuangan, khususnya dalam fungsi treasury, sangat krusial. Menurut Ibrahim, kredibilitas pengelolaan keuangan negara akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor terhadap kebijakan fiskal, termasuk keputusan terkait pengelolaan defisit.

“Jadi, menurut saya itu hal positif karena Bu Sri Mulyani membuat track record yang sangat panjang dalam mengelola keuangan negara dalam kondisi-kondisi yang tidak ideal,” kata Ibrahim kepada wartawan di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, Selasa (15/10).

Menurutnya, Kementerian Keuangan adalah jangkar bagi negara dalam berinteraksi dengan masyarakat dan investor asing. Kemudian ia menyebut investor asing akan menilai apakah menteri keuangan RI kredibel dan memiliki rekam jejak yang baik dalam mengelola keuangan negara. Apabila kepercayaan ini terbentuk, peringkat negara Indonesia akan meningkat dan investor lebih tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.

Kemudian Ibrahim mencontohkan bagaimana pengelolaan keuangan negara saat menghadapi COVID-19 yang membutuhkan fleksibilitas dan strategi, termasuk penyesuaian defisit tertentu. Menurutnya, Sri Mulyani berhasil melewati tantangan tersebut dengan sangat baik. Oleh karena itu, ia menilai kehadiran Sri Mulyani dalam kabinet saat ini merupakan hal yang sangat positif.

Tantangan di Era Pemerintahan Prabowo

Seiring dengan hal itu, Ibrahim juga menyebut bahwa tantangan yang dihadapi di era pemerintahan Prabowo nantinya dapat bersifat internal maupun eksternal. Tantangan internal saat ini, menurutnya, adalah kondisi yang masih ditandai oleh penurunan daya beli, khususnya di kalangan kelas menengah.

“Itu harus dimitigasi karena ekonomi kita itu adalah ekonomi yang berbasis consumption-driven. Berbasis konsumsi masyarakat,” ujarnya.

Ibrahim juga menjelaskan bahwa konsumsi menyumbang sekitar 59-60% terhadap PDB. Hal ini berarti, jika masyarakat menahan pengeluaran mereka, maka perekonomian akan terhambat. Hal itu karena kelas menengah menjadi penggerak utama konsumsi sehingga ketika mengalami penurunan daya beli atau rentan, pengeluarannya juga menurun. 

Dengan demikian, akibatnya, kata Ibrahim, aktivitas di pasar menjadi sepi dan pusat-pusat perbelanjaan kehilangan pengunjung. Hal ini disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa persoalan ini harus diatasi terlebih dahulu dari sisi internal. 

Sementara itu, dari sisi eksternal, terdapat tantangan seperti ketidakstabilan geopolitik dan tekanan internasional yang memengaruhi variabel makroekonomi. Ia menilai penting juga untuk menjaga inflasi tetap rendah, meskipun hal itu berarti berkurangnya jumlah uang yang beredar di masyarakat.

“Harus dengan apa? Meningkatkan tingkat suku bunga, jadi meningkatkan tingkat suku bunga dampaknya apa? Cost of fund-nya naik,” tambahnya. 

Tak hanya itu, ia mengatakan bahwa dalam ekonomi, setiap kebijakan pasti memiliki sisi positif dan negatif. Oleh karena itu, diperlukan kredibilitas pemerintah dalam merespons setiap tantangan yang muncul agar dapat menghasilkan kebijakan yang lebih terpercaya.

Dengan demikian, Ia juga menyoroti bahwa industri asuransi akan sangat terdampak oleh kondisi tersebut, terutama yang berkaitan dengan penurunan daya beli kelas menengah, yang merupakan penggerak utama perekonomian.

Ia menilai apabila daya beli kelas menengah melemah atau mengalami deflasi, maka hal tersebut akan berdampak langsung pada sektor asuransi umum, seperti asuransi properti, kendaraan, dan kredit.

“Itu yang harus diantisipasi ke depan,” pungkasnya.

 
Reporter: Nur Hana Putri Nabila