Data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) per September 2024 menunjukkan lebih dari 60% pengguna kripto di Indonesia berusia 18 hingga 30 tahun. Bappebti juga menyebutkan total volume transaksi aset kripto pada September mencapai Rp 33,7 triliun, tumbuh 323,26% dibandingkan dengan September 2023 yang hanya Rp 7,96 triliun.
Jumlah pengguna kripto di Indonesia mencapai 21,3 juta orang, meningkat 18,9% dibandingkan dengan periode September 2023 yang sebanyak 17,91 juta pengguna.
Menurut data Bappebti, mayoritas investor kripto mentransaksikan koin USDT dari Thether, Ethereum (ETH), Bitcoin (BTC), Pepe (PEPE), dan Solana (SOL).
Di Indonesia, aset kripto secara resmi diakui sebagai komoditas. Namun, pengguna kripto di Indonesia masih menghadapi tantangan dari sistem pajak ganda untuk transaksi kripto.
Masyarakat Indonesia terus menggunakan aset digital meskipun ada pajak ganda. Pada 2022, Indonesia menerapkan pajak pertambahan nilai sebesar 0,11% dan pajak capital gain sebesar 0,1% untuk transaksi kripto.
Bappebti telah mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang aturan perpajakan untuk kripto. Pada 2 Maret, staf eksekutif di Bappebti meminta pengkajian ulang rezim pajak. Tirta Karma Senjaya, Kepala Biro Pengembangan Pasar di Bappebti, mengatakan kripto mungkin akan segera menjadi bagian integral dari ekonomi negara.
“Karena nantinya mata uang kripto akan menjadi bagian dari sektor keuangan, kami mengharapkan komitmen dari Direktorat Jenderal Pajak untuk mengevaluasi pajak-pajak tersebut,” kata Senjaya, seperti dikutip Cointelegraph, Kamis (30/10).
Kripto Menarik Minat Generasi Muda
Demografi pengguna kripto di Indonesia mencerminkan tren yang lebih luas di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, sebuah survei yang dilakukan oleh Policygenius menunjukkan 20% orang dewasa Gen Z (usia 18-26 tahun) dan 22% milenial (usia 27-42 tahun) lebih cenderung berinvestasi dalam aset kripto daripada generasi yang lebih tua.
Pada tahun 2023, sebuah studi Bitget yang melibatkan 255.000 responden di 26 negara menunjukkan bahwa 46% generasi milenial di berbagai negara memiliki mata uang kripto.
Sebelumnya, Yudhono Rawis, Wakil Ketua Umum Asosiasi Blockchain & Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI), mengatakan pertumbuhan transaksi dan jumlah investor kripto di Indonesia mencerminkan kepercayaan investor dan potensi besar dari industri aset kripto di Indonesia.
"Pertumbuhan pesat pasar aset kripto di Indonesia tidak dapat dipungkiri. Dengan semakin banyaknya investor yang tertarik, aset kripto semakin menjadi bagian dari kehidupan masyarakat," kata Yudho dalam siaran pers, dikutip Jumat (30/8).
Aset-aset kripto yang diminati oleh investor Indonesia menunjukkan minat investor tidak hanya terfokus pada aset kripto yang sudah mapan seperti Bitcoin, tetapi juga pada aset kripto baru yang sedang naik daun seperti PEPE.
"Dengan popularitas aset kripto seperti PEPE, USDT, Bitcoin, dan Solana, kita melihat diversifikasi portofolio yang semakin matang di kalangan investor," kata Yudho yang juga CEO Tokocrypto. Hal ini menunjukkan para investor tidak hanya mencari keamanan dalam aset-aset mapan, tetapi juga tertarik untuk mengeksplorasi peluang pertumbuhan di aset-aset kripto baru yang memiliki potensi tinggi.
Ia menilai tren ini menjadi indikasi bahwa para investor semakin cerdas dalam mengambil keputusan investasi, serta semakin siap menghadapi dinamika pasar kripto yang terus berkembang.