Ambil Alih Pengawasan Kripto 2025, OJK Bakal Adopsi Strategi Bappebti

Katadata/Hari Widowati
Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan paparan dalam Focus Group Discussion OJK dengan Redaktur Media Massa di Jakarta, Jumat (15/11).
Penulis: Hari Widowati
15/11/2024, 16.49 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengambil alih pengawasan terhadap aset-aset keuangan digital, termasuk kripto, mulai 12 Januari 2025. OJK akan melanjutkan proses yang selama ini sudah berjalan dengan baik di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, mengatakan selama ini Bappebti telah melaksanakan pengawasan di industri kripto dengan sangat baik.

"Kami akan mengadopsi tata cara yang ada di Bappebti. Untuk perizinan yang sudah dikeluarkan oleh Bappebti itu akan serta-merta diakui oleh OJK, tidak ada proses ulang," ujar Hasan dalam Focus Group Discussion dengan Redaktur Media Massa, di Jakarta, pada Jumat (15/11).

Pengalihan pengawasan industri kripto dari Bappebti kepada OJK adalah amanat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang terbit pada 12 Januari 2023. Menurut Hasan, hanya pemain baru di industri kripto yang harus memproses perizinan di OJK.

Saat ini OJK tengah mempersiapkan sejumlah Peraturan OJK, salah satunya adalah POJK tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto. Selain menyiapkan sejumlah POJK, OJK juga akan mengikuti standar internasional dalam pengawasan perdagangan kripto, termasuk dari Organisasi Internasional Komisi Pasar Modal (IOSCO).

Pengawasan Berbasis Risiko Diterapkan Bertahap

Berdasarkan data Bappebti, hingga September 2024 jumlah investor kripto di Indonesia mencapai 21,27 juta orang, tumbuh 18,76% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 17,91 juta orang. Nilai transaksi kripto mencapai Rp 33,67 triliun, melejit empat kali lipat dibandingkan September 2023 yang sebesar Rp 7,96 triliun.

Ekosistem aset kripto di Indonesia pun telah berkembang. Indonesia telah memiliki bursa penyelenggara perdagangan aset kripto, yakni PT Bursa Komoditi Nusantara (CFX). Saat ini juga sudah ada lembaga kliring untuk transaksi aset kripto, yakni PT Kliring Komoditi Indonesia.

Di Indonesia juga sudah ada dua pengelola tempat penyimpanan aset kripto, yakni PT Tennet Depository Indonesia dan PT Kustodian Koin Indonesia. Sementara itu, ada 6 Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK), 26 Calon Pedagang Fisik ASet Kripto, dan satu Non-CPFAK.

Muhammad Ihsanuddin, Deputi Komisioner Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, mengatakan OJK akan menerapkan pengawasan berbasis risiko (risk based supervisory) bagi industri kripto secara bertahap.

"Kami mengadopsi aturan-aturan yang ada di Bappebti dulu supaya market tidak kaget. Perubahan akan disesuaikan dengan situasi pasar dan aspek perlindungan investor," ujar Ihsanuddin.

Ia menyebut ada enam tahapan dalam risk based supervisory sebagai berikut:
1. Prinsip untuk mengenal entitas (know your entity) industri kripto
2. Tingkat kesehatan dari masing-masing exchanger (platform pertukaran aset digital)
3. Rencana pemeriksaan
4. Onsite supervision
5. Revisi tingkat kesehatan
6. Rekomendasi dan pemantauan

Pada tahap awal, OJK tidak akan menerapkan tahapan kedua dan kelima dalam pengawasan berbasis risiko agar pelaku industri kripto tidak kaget. "Dua step itu akan di-skip dulu. Kami lebih ke arah membangun sistem informasi pengawasan," ujar Ihsanuddin. Setelah semuanya selesai, OJK akan melakukan review (peninjauan ulang) sebelum mengimplementasikan langkah berikutnya.