Tambahan Dana PEN Saat Kredit Lesu, Bagaimana Strategi Bank?

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Safrezi Fitra
29/9/2020, 21.05 WIB

Pada tahap II ini, Bank Mandiri mendapat jatah Rp 15 triliun. Artinya, bank ini harus bisa menyalurkan kredit Rp 45 triliun. Bank Mandiri optimistis penyaluran kredit program PEN bisa mencapai target. Kami segera menyalurkannya, dalam upaya untuk mengakselerasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN),” kata Hery dalam keterangannya, Senin (29/9).

Penyaluran program PEN Bank Mandiri dilakukan ke berbagai sektor antara lain sektor pendukung industri Pertanian, FMCG (Fast Moving Consumer Goods), Jasa, Perdagangan dan sektor lainnya yang terdampak Covid-19, termasuk sektor padat karya agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.

BNI (Arief Kamaludin|KATADATA)

BNI

PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk (BBNI) telah menyalurkan kredit senilai Rp 16,39 triliun kepada 63.573 debitur dari penempatan dana pemerintah dalam program PEN. Realisasi ini sudah melampaui harapan pemerintah yakni tiga kali nilai penempatan dana negara atau Rp 15 triliun.

Berdasarkan segmentasinya, kredit PEN ini mayoritas diberikan kepada segmen kecil dengan nilai kredit Rp 10,75 triliun kepada 63.530 debitur. Kredit PEN yang disalurkan kepada pelaku usaha segmen menengah hanya Rp 812 miliar dari 20 debitur.

Corporate Secretary BNI Melly Meiliana mengatakan perusahaannya terus berkomitmen menyalurkan kredit untuk mendukung program pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi virus corona. Untuk memitigasi risiko kredit, BNI mengupayakan pertumbuhan kredit secara selektif dan prinsip kehati-hatian

“Dengan tetap memperhatikan track record debitur, prospek usaha, serta kemampuan membayarnya. Kami juga melakukan monitoring yang cukup ketat terhadap debitur kami yang terdampak wabah,” ujarnya kepada Katadata.co.id.

Melly mengatakan BNI menentukan segmen yang menjadi prioritas penyaluran kredit. Prioritas ini antara lain yang terkait usaha yang berorientasi ekspor, padat karya, dan menjadi penopang ketahanan pangan. Dalam menyalurkan kredit BNI juga tidak hanya terpaku pada salah satu sektor. Kondisi masing-masing debitur sangat menentukan dalam penyaluran Kredit di tengah pandemi ini.

“Kami melihat beberapa sektor yang prospektif antara lain telekomunikasi, agrikultur, makanan dan minuman, hingga industri kesehatan yang relatif memiliki ketahanan yang baik di tengah pandemi,” ujarnya.

BTN.2.jpg (KATADATA/)

BTN

Pada tahap I, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) ditargetkan mampu menyalurkan kredit program PEN sebesar Rp 15 triliun. Hingga 31 Agustus 2020, realisasi baru Rp 9,42 triliun atau 62,8% dari target. Direktur Utama Bank BTN, Pahala Nugraha Mansury mengatakan penyaluran pembiayaan hingga 25 September 2020 diproyeksikan mencapai Rp 15,38 triliun atau 102,5% dari target.

Segmen terbesar dari penerima pembiayaan tersebut adalah KPR subsidi yakni untuk 28.807 debitur senilai Rp 3,99 triliun. Dana itu setara 26% dari keseluruhan pembiayaan yang disalurkan. Kemudian segmen KPR non-subsidi dan kredit konsumer lainnya yang mencakup 12.944 debitur senilai Rp 3,38 triliun atau setara 22% dari keseluruhan pembiayaan yang disalurkan. Segmen konstruksi dan kredit komersial lainnya sebanyak 2.454 debitur senilai Rp 2,85 triliun (18,5%) dan kredit ke BUMN untuk 49 debitur senilai Rp 5,15 triliun (33,5%).

Dia menjelaskan berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat mencapai target realisasi tersebut. Banyak tantangan yang harus dihadapi, di antaranya penyelesaian pembangunan rumah KPR yang terhambat karena ketidaktersediaan fasilitas seperti listrik dan air, serta jalan dan saluran.

Di masa pandemi Covid-19 ini juga ada penurunan daya beli. Selain itu, BTN menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit, khususnya terhadap calon debitur yang terdampak Covid-19.

Dari penempatan dana pemerintah pada tahap kedua Rp 10 triliun, BTN harus bisa menyalurkan kredit hingga tiga kali lipat atau Rp 30 tiliun. BTN optimistis penyaluran kredit dari program PEN ini bisa capai target. Menurut Nixon, target ini sesuai dengan proyeksi BTN hingga akhir tahun.

 “Kalau melihat booking kredit bulanan di agustus sudah lebih baik dibandingkan Juni dan Juli. Walau memang masih di bawah angka kondisi normal. Kita lihat tren bulanannya yang penting membaik dulu,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (29/9).

Di Indonesia masih banyak masyarakat yang membutuhkan rumah. Hal itu ditandai masih ada backlog sebesar 11,4 juta berdasarkan kepemilikan dan 7,6 juta berdasarkan hunian. Tentu masih besarnya backlog ini membuka peluang ekspansi bisnis properti.

Tingginya backlog ini juga menunjukkan masih besarnya ruang untuk penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR). "Ini menunjukkan adanya prospek dan juga kebutuhan atau permintaan yang masih sangat tinggi," kata Pahala.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin