Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk bisa bernapas lebih lega, setelah tiga bank milik pemerintah sepakat melakukan restrukturisasi utang maskapai nasional tersebut. Berdasarkan laporan keuangan triwulan III-2020, Garuda memiliki utang bank kepada pihak terafiliasi, yakni bank BUMN senilai Rp 10 triliun.
Emiten berkode saham GIAA itu mendapat kelonggaran pembayaran utang dari tiga anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Prasetio mengatakan, proses negosiasi ini dilakukan kepada seluruh kreditur, bukan hanya bank milik pemerintah saja. Meski begitu, Prasetio hanya memberikan penjelasan detail terkait restrukturisasi Himbara.
"Proses negosiasi untuk perpanjangan atau restrukturisasi pinjaman bank dilakukan dengan seluruh kreditur," kata Prasetio dalam keterbukaan informasi yang diunggah ke situs Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (25/6).
BRI dan BNI setuju mengkonversi sebagian pinjaman jangka pendek menjadi pinjaman jangka panjang dengan jatuh tempo pada 2026. Sementara itu, Bank Mandiri sepakat restrukturisasi melalui skema perpanjangan pinjaman sampai Desember 2021 dan menangguhkan kewajiban (clean-up) pinjaman.
Terkait restrukturisasi utang, pemegang saham pengendali Garuda, yakni Kementerian BUMN juga telah memberikan komitmen dukungan penuh. Salah satunya dengan pembentukan Tim Percepatan Restrukturisasi Garuda.
"Adapun bank-bank non-Himbara, setuju untuk memberikan perpanjangan pinjaman,"
Meski begitu, Prasetio menjelaskan, skema restrukturisasi yang akan ditawarkan kepada masing-masing kreditur saat ini sedang dalam proses diskusi dan konsultan-konsultan pendukung. Hal ini dilakukan dengan mengupayakan opsi terbaik yang akan dikaji untuk kepentingan Garuda dan seluruh stakeholders.
Manajemen Garuda mengatakan perseroan belum dapat menyampaikan jadwal proses restrukturisasi sampai dengan penyusunan rencana restrukturisasi telah difinalisasi. "Namun demikian, Perseroan menargetkan proses restrukturisasi dapat diselesaikan pada tahun 2021," kata Prasetio.
Sebelumnya, manajemen BNI sebagai salah satu kreditur Garuda menjelaskan, penyelesaian masalah utang juga dilakukan bersama para kreditur lain. Pasalnya, tak hanya BNI yang memberi piutang kepada Garuda, tetapi juga bank lain dalam bentuk pinjaman sindikasi.
"Tentunya kami akan bersama-sama dengan kreditur lain untuk melakukan pembahasan terkait skema restrukturisasi," kata Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom di Kantor BNI, Jakarta, Rabu (16/6).
Meski begitu, Mucharom belum bisa memaparkan skema restrukturisasi yang sedang dinegosiasikan dengan maskapai milik negara tersebut. Ia pun belum bisa memperbarui nilai utang Garuda saat ini yang ada di BNI.
"Besarnya (utang) berapa, skemanya (restrukturisasi) seperti apa, saya belum bisa share saat ini," kata Mucharom.
Berdasarkan laporan keuangan triwulan III-2020, Garuda memiliki utang kepada tiga bank BUMN senilai Rp 10 triliun. Hal itu berasal dari utang jangka pendek yang nilainya mencapai US$ 517,68 juta atau setara Rp 7,37 triliun (kurs: Rp 14.244). Sementara utang jangka panjang kepada pihak berelasi senilai Rp 223,47 juta atau Rp 3,18 triliun.
Dari total tersebut, utang jangka pendek Garuda ke BNI nilainya mencapai US$ 149,01 juta per 30 September 2020. Sementara utang jangka panjang Garuda ke BNI senilai US$ 107,21 juta.
Bank lainnya, Bank Mandiri memiliki saldo utang jangka Garuda senilai US$ 190,63 juta. Sementara, untuk utang jangka panjang kepada Bank Mandiri tidak ada.
Utang jangka pendek Garuda kepada BRI nilainya mencapai US$ 178,04 juta. Sementara utang Garuda jangka panjang ke BRI mencapai US$ 90,45 juta.