Imbas Pandemi, Pendapatan Garuda Susut 69% Jadi Rp 20 T Sepanjang 2020
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk membukukan pendapatan usaha senilai US$ 1,4 miliar atau setara Rp 20,3 triliun (kurs: Rp 14.500) sepanjang 2020. Angka ini menyusut hingga 69% dibanding pendapatan usaha pada periode 2019 senilai US$ 4,57 miliar.
Hal ini disampaikan Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra dalam keterangan tertulis yang diterima Katadata.co.id, Jumat (16/7). Sebelumnya, catatan kinerja terakhir yang diunggah manajemen pada laman Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah laporan keuangan kuartal III 2020.
Dalam keterangan terbaru disebutkan, Irfan mengatakan imbas pandemi Covid-19 mengantarkan industri penerbangan dunia pada level terendah sepanjang sejarah.
Lalu lintas penumpang internasional mengalami penurunan drastis lebih dari 60% selama 2020. Hal tersebut membawa trafik perjalanan lalu lintas udara internasional kembali ke level trafik lalu lintas udara pada 2003.
"Sebuah kemunduran signifikan dari industri penerbangan yang telah berkembang pesat selama 10 tahun terakhir," kata Irfan dalam keterangan tertulis.
Dijelaskan, penunjang utama pendapatan usaha Garuda pada 2020 yaitu, penerbangan berjadwal sebesar US$ 1,2 miliar. Angka itu menurun drastis hingga 68,2% dibanding pendapatan dari penerbangan berjadwal pada 2019 yang mencapai US$ 3,77 miliar.
Penunjang pendapatan usaha 2020 lainnya berasal dari pendapatan penerbangan tidak berjadwal senilai US$ 77 juta. Dibandingkan periode sama tahun sebelumnya senilai US$ 249,9 juta atau menyusut sekitar 69%.
Sementara pada lini pendapatan lainnya, Garuda hanya mencatat pendapatan sebesar US$ 214 juta pada 2020. Sedangkan pada 2019 mencapai US$ 549,33 miliar atau anjlok hingga 61,04% secara tahunan.
Lebih lanjut, emiten berkode saham GIAA ini mencatat beban operasional penerbangan yang menggerus profitabilitas pada 2020 senilai US$ 1,6 miliar. Nilai tersebut tercatat turun sekitar 37% dibandingkan pos beban yang sama pada 2019 yang senilai US$ 2,54 miliar.
Irfan menjelaskan, penurunan beban tersebut ditunjang oleh langkah strategis efisiensi biaya, seperti renegosiasi sewa pesawat maupun efisiensi biaya operasional penunjang lainnya.
"Melalui upaya tersebut, saat ini Garuda Indonesia berhasil melakukan penghematan beban biaya operasional hingga US$ 15 juta per bulannya," kata Irfan.
Namun, dalam rilis yang diberikan langsung oleh Irfan kepada Katadata.co.id, tidak dicantumkan bahwa Garuda membukukan laba bersih atau mengalami kerugian. Sebelumnya, Garuda membukukan laba bersih mencapai US$ 6,98 juta atau setara Rp 101,29 miliar pada 2019 lalu.