Wamen BUMN: Hidup dan Mati Garuda Ada di Tangan Kreditur

garuda.cargo/instagram
Garuda Indonesia melalui lini bisnis kargo, mendukung pengangkutan komoditas ekspor nasional menuju sejumlah negara importir seperti Hong Kong, China, Australia dan Singapura.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
9/11/2021, 19.06 WIB

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut, hidup dan mati PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ada di tangan kreditur, terutama penyewa pesawat atau lessors. Saat ini, maskapai milik pemerintah tengah bernegosiasi dengan kreditur untuk restrukturisasi utang.

Berdasarkan bahan paparan, total liabilitas Garuda per September 2021 mencapai US$ 9,75 miliar atau setara Rp 138,97 triliun. Utang tersebut mayoritas utang kepada lessors mencapai US$ 6,35 miliar, sedangkan utang kepada bank totalnya US$ 967 juta.

Selain itu, utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA mencapai US$ 630 juta. Utang kepada vendor BUMN US$ 595 juta dan utang ke vendor swasta US$ 317 juta. Sisanya, liabilitas lain mencapai US$ 751 juta.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, hal yang menjadi kunci utama suksesnya restrukturisasi Garuda yaitu, persetujuan kreditur. Tanpa persetujuan, tidak mungkin pemegang saham dapat bergerak bebas.

"Kami akan tekankan bahwa nasib Garuda ini bukan hanya di tangan dari pemegang sahamnya, tapi di tangan krediturnya," kata Tiko sapaan akrabnya dalam rapat dengar pendapat dengan anggota Komisis VI DPR, Selasa (9/11).

Tiko mengatakan, Kementerian BUMN mendorong Garuda menyelesaikan perkara utang melalui jalur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Ada sejumlah keuntungan yang ingin dicapai dalam menyelesaikan perkara melalui jalur ini meski berisiko pailit.

Tiko mengatakan, keuntungan restrukturisasi melalui opsi in-court adalah apapun keputusan pengadilan, hasilnya mengikat seluruh kreditur meski ada sebagian kecil yang tidak setuju. Negosiasi ini bisa memberi Garuda kemampuan mengakhiri atau menegosiasi ulang perjanjian sewa yang memberatkan.

"Harapannya bisa memberikan mengakhiri dan negosiasi ulang seluruh perjanjian," kata Tiko.

Perdamaian melalui PKPU ini dilakukan melalui pemungutan suara, sehingga tidak perlu semua kreditur setuju. Sedangkan tanpa melalui jalur ini, Garuda harus melakukan negosiasi dengan masing-masing kreditur dan harus 100% setuju. Kalau ada yang tidak setuju, bisa menggugat dan bisa batal perjanjiannya.

Tiko mengatakan, hal ini memang menjadi tantangan besar agar menggiring kreditur menyelesaikan restrukturisasi melalui proses in-court dalam PKPU. Garuda akan mengajukan proposal perdamaian agar disetujui oleh sebagian besar kreditur sehingga keputusannya akan bersifat homologasi atau mengikat semua pihak.

Jika pengadilan memutuskan homologasi, Garuda tetap harus mendaftarkan hasil putusan tersebut ke pengadilan Inggris karena kreditur internasional bisa menggugat Garuda melalui yurisdiksi yang berbeda. "Pemerintah ingin mencari solusi restrukturisasi dan solusi yang efektif menggunakan proses in-court untuk dapatkan homologasi," katanya.

Meski begitu, ada risiko jika dalam pemungutan suara, mayoritas kreditur tidak setuju dengan proposal perdamaian yang diajukan oleh Garuda. "Walaupun memang ada risiko kalau ternyata waktu pemungutan suara tidak setuju, bisa menuju kepailitan," kata Tiko.

Menurut Tiko, kreditur Garuda harus menyadari kondisi maskapai milik pemerintah ini. Tanpa ada pengurangan nilai utang yang signifikan, neraca keuangan Garuda akan terus negatif.

Seperti diketahui, total aset Garuda per September 2021 totalnya US$ 6,92 miliar. Artinya, ekuitas Garuda negatif US$ 2,82 miliar. Tiko mengatakan, kondisi tersebut membuat Garuda secara teknikal sudah bangkrut, meski secara hukum belum bangkrut.

Tiko mengatakan, saat ini Garuda terus melakukan upaya negosiasi restrukturisasi dengan kreditur. Rencana transformasi bisnis dan proposal restrukturisasi, harus mampu menarik pendanaan baru yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan operasional dan mengefektifkan restrukturisasi.

Jika restrukturisasi ini berjalan lancar, Tiko memperkirakan ekuitas Garuda bisa kembali positif US$ 181 juta. Pasalnya, aset Garuda setelah restrukturisasi memang turun menjadi US$ 2,75 miliar, tapi liabilitasnya juga menyusut menjadi US$ 2,57 miliar.

"Para kreditur harus mengakui kondisi Garuda sekarang dan menerima harus ada pengurangan utang yang signifikan, karena kalau tidak ada pengurangan utang, secara teknikal (Garuda) bangkrut," kata Tiko.

Reporter: Ihya Ulum Aldin