Emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mendapatkan persetujuan pemerintah Indonesia atas penambahan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 1 triliun dalam bentuk penukaran obligasi wajib konversi (OWK) menjadi saham baru yang diterbitkan pemerintah.
Persetujuan tersebut tertulis dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 12 Desember 2022 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2022 tentang penambahan penyertaan modal negara republik Indonesia ke dalam modal saham PT Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia Tbk.
Penambahan penyertaan modal negara berasal dari konversi investasi pemerintah pada PT Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia Tbk dalam bentuk obligasi wajib konversi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020.
“Sebagaimana ditetapkan kembali dalam perubahan postur dan rincian anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran 2020,” sebagaimana tertulis pada pasal 2 ayat (2) dalam PP tersebut, dikutip Rabu (14/12).
Pemerintah resmi menyuntikkan modal Rp 7,5 triliun ke Garuda Indonesia untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan, dana PMN akan digunakan untuk restorasi dan modal kerja pesawat. “PMN Rp 7,5 triliun akan digunakan untuk pemeliharaan, pemulihan, pemenuhan cadangan pemeliharaan serta modal kerja,” ungkap Irfan, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, dikutip Rabu (14/12).
Sebanyak 60% dari dana PMN akan digunakan untuk pemeliharaan dan restorasi, dan 40% lainnya akan digunakan sebagai modal kerja berupa bahan bakar, biaya sewa dan biaya restrukturisasi.
Sampai dengan periode kuartal ketiga tahun ini, Garuda tercatat membukukan keuntungan senilai US$ 3,70 miliar atau setara Rp 58,02 triliun dengan asumsi kurs rata-rata Rp 15.641 per US$. Kinerja itu berkebalikan dari rugi senilai US$ 1,66 miliar atau sekitar Rp 25,96 triliun pada periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sampai dengan September 2022, perusahaan tercatat membkukan kenaikan pendapatan usaha senilai US$ 1,50 miliar, meningkat 60,34% dari periode sebelumnya US$ 939,02 juta. Salah satu pos yang memberi pendapatan cukup signifikan adalah pendapatan dari restrukturisasi utang senilai US$ 2,85 miliar.