Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Jumat (24/3), beberapa emiten tercatat masuk daftar 10 besar emiten dengan kapitalisasi pasar atau market cap terbesar. Perusahaan dengan nilai market cap yang tinggi umumnya menjadi pertimbangan para investor untuk menanamkan modal di dalamnya.
Di urutan pertama, ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA dengan nilai market cap Rp 1.077 triliun. Nilai ini paling tinggi dan berjarak jauh dengan perusahaan atau emiten Indonesia lainnya.
Disusul PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau BRI dengan nilai Rp 716 triliun, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dengan kapitalisasi Rp 648 triliun, PT Bank Mandiri (BMRI) dengan capaian Rp 504 triliun, dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan torehan Rp 403 triliun.
Kemudian di urutan selanjutnya ada PT Astra International Tbk (ASII) dengan nilai Rp 241 triliun, PT Chandra Asri Petrochemical (TPIA) sebesar Rp 196 triliun, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 178 triliun, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) Rp 163 triliun, kemudian PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dengan nilai kapitalisasi Rp 136 triliun.
Dari 10 daftar nama itu, sektor perbankan cukup banyak mendominasi dengan jumlah empat bank.
Terkait keuntungan, kinerja bank big four alias perbankan besar sepanjang tahun 2022 ditutup positif dengan angka kenaikan double digit.
Bank swasta terbesar di Indonesia, BCA mencatatkan laba bersih Rp 40,7 triliun atau meningkat 29,6% dibandingkan periode sebelumnya.
BRI mencatatkan laba bersih Rp 51,4 triliun atau melesat 67% dibandingkan dengan pencapaian di tahun 2021. Laba ini merupakan tertinggi dalam sejarah perbankan Indonesia.
Bank Mandiri pun berhasil mencetak laba bersih senilai Rp 41,2 triliun, tumbuh 46,89% dari posisi 2021 sebesar Rp 28,02 triliun.
Sementara BNI membukukan laba bersih sebesar Rp 18,3 triliun sepanjang 2022 atau naik 68% dibandingkan laba bersih tahun 2021. Realisasi laba bersih tersebut lebih tinggi dari estimasi. Bahkan, realisasi ini jauh di atas pencapaian sebelum pandemi dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah BNI.
Emiten pertambangan Bayan Resources membukukan laba bersih senilai US$ 2,17 miliar sepanjang 2022. Jika dikonversi ke rupiah, laba bersih taipan Low Tuck Kwong ini mencapai Rp 33,73 triliun. Realisasi ini naik 79,7% dari tahun 2021 yang hanya US$ 1,21 miliar atau setara Rp 18,7 triliun.
Kemudian Astra International mencatatkan laba bersih yang naik 43% menjadi Rp 28,9 triliun. Adapun Investasi ASII di GOTO masih mencatatkan kerugian sebesar Rp 1,54 triliun sepanjang 2022.
Sedangkan Unilever mengantongi laba bersih sebesar Rp 5,36 triliun. Angka tersebut lebih rendah 6,83% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 5,75 triliun. Padahal penjualan bersih perseroan tercatat naik 4,23% menjadi Rp 41,21 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 39,54 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2022, tergerusnya laba perusahaan seiring dengan melonjaknya harga pokok penjualan hingga 11,05% menjadi Rp 22,15 triliun dari sebelumnya Rp 19,6 triliun. Naiknya harga pokok penjualan terutama disokong dari kenaikan bahan baku yang digunakan perusahaan tahun lalu.
Senasib laba bersih Telkom sepanjang 2022 tak begitu menggembirakan. Sebab, emiten pelat merah tersebut mencatatkan penurunan laba bersih yang cukup dalam. Telkom membukukan laba bersih Rp 20,75 triliun atau anjlok 16,1% dibanding tahun 2021 yang mencapai Rp 24,76 triliun. Padahal kalau dilihat dari sisi pendapatan, Telkom menghasilkan capaian yang baik dengan tumbuh 2,8% menjadi Rp 147,3 triliun.
Ternyata usut punya usut, penurunan laba bersih Telkom ini disebabkan karena investasi anak usaha mereka Telkomsel yang dilakukan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
Adapun GOTO, emiten hasil merger Gojek dan Tokopedia mencatatkan rugi bersih Rp 40,4 triliun pada pada tahun 2022. Realisasi itu membengkak 55,98% secara tahunan dibandingkan rugi tahun 2021 senilai Rp 25,9 triliun.
Sementara itu, hingga saat ini emiten produksi bahan petrokimia yang dimiliki oleh taipan Prajogo Pangestu Chandra Asri belum mengumumkan laporan keuangan untuk tahun buku 2022.
Dengan demikian jika diurutkan dari sembilan emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar yang sudah melaporkan laporkan keuangan 2022, maka Bayan Resources tampil sebagai emiten dengan keuntungan yang paling besar secara persentase. Berikut urutannya:
No | Emiten | Persentase | Laba Bersih |
1 | BYAN | 79,7% | Rp 33,73 triliun |
2 | BBNI | 68% | Rp 18,3 triliun |
2 | BBRI | 67% | Rp 51,4 triliun |
4 | BMRI | 46,89% | Rp 41,2 triliun |
5 | ASII | 43% | Rp 28,9 triliun |
6 | BBCA | 29,6% | Rp 40,7 triliun |
Sedangkan jika dilihat dari segi kerugian terbesar, maka GoTo menjadi emiten yang ruginya paling tajam. Berikut urutannya:
No | Emiten | Persentase | Laba Bersih |
1 | GOTO | (55,98%) | (Rp 40,4 triliun) |
2 | TLKM | (16,1%) | Rp 20,75 triliun |
3 | UNVR | (6,83%) | Rp 5,36 triliun |