Harita Nickel, kelompok usaha pertambangan mineral lirik potensi pengelolahan sisa hasil pengolahan (SHP) atau slag nikel menjadi material yang bisa memberi nilai tambah. Dalam hal ini, grup yang dimiliki oleh taipan Lim Hariyanto Wijaya Sarwono ini mengemas slag nikel menjadi batako kelas premium.

Director of Operation PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) Younsel Evand Roos mengatakan bahwa Harita Nickel dalam setahun bisa menghasilkan 1 juta slag nikel. Di mana 10-15 persen diantaranya dimanfaatkan untuk memproduksi batako. Sisanya untuk mengisi lubang tambang dan juga reklamasi

Dari jumlah tersebut, perseroan bisa menghasilkan sebanyak 40.000 pieces batako dalam sehari. Adapun harga jual batako kelas premium sekitar Rp 4.000 per pieces.

Sehingga jika dihitung dalam setahun akan ada 14,6 juta pieces yang dihasilkan. Apabila dirupiahkan maka mencapai Rp 58,4 miliar.

Potensi itu menurut Younsel akan terus digenjot. Bahkan pihaknya tengah mencari cara agar batako tersebut bisa menjadi nilai tambah bagi pendapatan perseroan.

“Tinggal masalah pasar dan logistik. Karena kita di pulau jadi belum bisa dimanfaatkam secara maksimal. Kita lagi cari cara. Nanti bisa juga kita kirim pasirnya, cetak di tempat lain atau bangun plant. Jadi sementara kita manfaatkan di Obi dulu untuk bangun rumah dan sebagainya,” katanya kepada media di Pulau Obi, Maluku Utara dikutip Minggu (9/4).

Sebagai bagian dari kebijakan penanganan limbah dalam proses nikel, perseroan dikatakan Younsel sangat fokus pada pengelolaan slag nikel. Di mana proses yang dalam bentuk kering ditumpuk di area yang diizinkan pemerintah dan digunakan untuk penimbunan lubang bekas tambang perseroan untuk meminimalkan kerusakan lingkungan.

Sebagai bagian dari kebijakan reduce reuse recycle, perseroan juga mengirimkan terak nikel yang merupakan produk sampingan dari peleburan bijih nikel ke PT Hijau Lestari Perkasa, afiliasi dari pemegang saham pengendali perseroan, untuk memproduksi bahan baku pengganti untuk beton siap pakai dan konstruksi paving, seperti paving block, batako dan beton pracetak lainnya.

Director of Health, Safety and Environment Harita Nickel (PT Trimegah Bangun Persada Tbk) Tonny H Gultom mengatakan, dari ore nikel yang jadi produk Feronikel (FeNi) adalah 10-15 persen sehingga slag nikel sekitar 85-90 persen.

Adapun sebelum adanya kebijakan hilirisasi, semua perusahaan nikel tidak memikirkan SHP. Dengan demikian perlu ada teknologi yang bisa mengolah sisa hasil pengolahan tersebut agar bisa bernilai tambah.

“Sebab bukan saja di Indonesia tetapi di belahan dunia lainnya persoalan SHP ini menjadi sangat penting. Namun kami memanfaatkan semua SHP atau slag nikel yang dihasilkan untuk menjadi batako kelas premium,” ujar dia.

Slag nikel merupakan harta kekayaan Indonesia dari sebagian banyak material yang masih bisa diolah dan diteliti sehingga bisa memberi nilai tambah bagi bangsa. Maka pemanfaatan slag nikel diharapkan dapat memacu produktivitas sektor industri sehingga tetap berperan sebagai penggerak roda perekonomian nasional.

Sebelumnya Litbang Kementerian Perindustrian juga berupaya mencari solusi terbaik penanganan slag nikel agar bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Upaya ini selaras dengan kebijakan pengelolaan lingkungan yang baik atau program circular economy  atau ekonomi berkelanjutan.

Harita Nickel sebagai informasi saat ini memang gencar mengembangkan pemurnian (smelter) nikel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Nikel saat ini menjadi komoditas incaran global seiring maraknya produksi mobil listrik. Hal ini disebabkan nikel adalah salah satu bahan baku utama untuk menghasilkan bahan baku baterai.

Menurut Tony, nikel sebelumnya digunakan 70% untuk memenuhi produk stainles steel dan 16% baterai. Ke depan, sekitar 2040 persentasinya akan berubah, yaitu 40% memasok kebutuhan baterai dan sisanya untuk stainless steel. Jauh sebelum era mobil listrik, Harita menjadi pionir dalam memproduksi mixed hydroxide precipitate (MHP). MHP adalah salah satu bahan baku baterai yang antara lain digunakan untuk kendaraan listrik.

Harita Nickel saat ini memiliki lima anak perusahaan, masing-masing-masing perusahaan bergerak di pertambangan nikel, yaitu PT Trimegah Bangun Persada (TBP) dan PT Gane Permai Sentosa (GPS). Tiga lainnya bergerak di sektor hilirisasi, yaitu PT Halmahera Jaya Ferronicel (HJF), PT Halmahera Persada Lygend (HPL), dan PT Megah Surya Pertiwi (MSP).