Utang 20 Tahun Tak Dibayar, Jusuf Hamka Sebut Pemerintah PHP

Katadata | Instagram Jusuf Hamka
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Lona Olavia
9/6/2023, 11.46 WIB

Pengusaha Jusuf Hamka menyesalkan langkah pemerintah yang sudah sejak 20 tahun terakhir belum juga membayar utang kepada perusahaannya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk atau CMNP sekitar Rp 800 miliar.

Ia pun mengaku, pemerintah hanya memberi angin segar sejenak, namun ternyata janji tersebut palsu. Bahkan pria yang kerap disapa Baba Alun ini mengaku sudah tidak tahu harus apa lagi. 

“Terserahlah maunya pemerintah apa, suka-suka pemerintah maunya apa. Seharusnya amanah, tapi ini PHP (pemberi harapan palsu, red) saja. Jadi saya juga bingung mau apa lagi. Semua orang sudah saya suratin sampai presiden sudah, hanya ke Tuhan saja nih. Apa saya harus lapor ke Tuhan buat surat terbuka ke Tuhan,” ujar Jusuf  kepada Katadata.co.id, dikutip Jumat (9/6).

Jusuf pun kini berharap agar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mau menolongnya dalam kasus utang ini.

“Harapan saya minta bantuan dari pak Mahfud MD saja yang selama ini kejar-kejar swasta tagih utang kepada negara. Sekarang saya bilang pak Mahfud tolong untuk uber negara yang punya utang kepada swasta sebagai yang adil,” kata Jusuf. 

Sebagai informasi, saat itu CMNP memiliki deposito di Bank Yakin Makmur (Yama). Namun, Bank Yama menjadi salah satu korban krisis moneter 1998 sehingga mengalami kebangkrutan.

Lebih lanjut, Jusuf Hamka pun merespons pernyataan Kementerian Keuangan. Ia mengatakan bahwa afiliasi yang dimaksud tidak benar adanya. 

“Saya sudah nuntut dia ke pengadilan hingga Mahkamah Agung mereka tetap harus bayar, mereka tidak ada afiliasi itu mengada-ada saja,” katanya.

Raja jalan tol itupun mengungkap surat perjanjian antara perusahaannya CMNP dengan Kementerian Keuangan. Surat itu berjudul Amandemen Berita Acara Kesepakatan Jumlah Pembayaran Pelaksanaan Putusan Hukum, Perkara No. 137/Pdt.G/2004/PN.Jkt.Sel. jo. No. 128/Pdt/2005/PT.DKI. jo. No. 1616 K/Pdt/2006 jo. No. 564 PK/Pdt/2007 a.n. PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk.

Dalam surat itu diputuskan bahwa pemerintah akan membayar utang kepada CMNP. Di mana besaran pembayaran yang diajukan oleh CMNP saat itu sekitar Rp 400 miliar yang termasuk utangnya.

Pengajuan itu sudah disampaikan juga kepada Menteri Keuangan saat itu Bambang Brodjonegoro.

Meski akan tetap membayar, saat itu perintah dari Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, pembayaran utang tidak bisa beserta bunganya atau sebesar Rp 400 miliar. Dalam hal ini, pemerintah mengaku keberatan dengan pemohonan dari CMNP.

"Pihak pertama meminta pihak kedua untuk memahami kondisi keuangan negara dan kondisi ekonomi saat ini, sehingga kiranya menerima penawaran bahwa pembayaran dalam rangka pelaksanaan putusan in kracht a.n. PT. CMNP akan dibayar atas pokok tanpa bunga dan atau denda," tulis surat yang diterima Katadata, Kamis (8/6).

Selanjutnya dinyatakan pihak kedua menyampaikan sangat keberatan atas penawaran pihak pertama bahwa yang akan dibayarkan hanya pokok tanpa bunga, dan Pihak Kedua tetap berpedoman pada hasil kesepakatan pertama, sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Kesepakatan Jumlah Pembayaran Pelaksanaan Putusan Hukum Perkara No. 137/Pdt.G/2004/PN.Jkt.Sel. jo. No. 128/Pdt/2005/PT.DKI. jo. No. 1616 K/Pdt/2006 jo. No. 564 PK/Pdt/2007 a.n. PT. Citra Marga Nusaphala Persada No. BA-004/BA/INKRACHT/2015 tertanggal 12 Agustus 2015.

“Kalau dia tidak salah kenapa saya menang di pengadilan dan mereka harus minta damai sama saya?,” ujar Jusuf.

Sebelumnya Kementerian Keuangan menanggapi keluhan Jusuf Hamka terkait masalah utang tersebut. Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo merunut alasan deposito itu tak kunjung dibayarkan pemerintah hingga saat ini.

Prastowo mengatakan, deposito CMNP di Bank Yama saat itu tidak mendapatkan penjaminan pemerintah karena pemilik CMNP dan Bank Yama adalah orang yang sama, yakni Siti Hardianti Rukmana atau Mbak Tutut yang merupakan anak Presiden Soeharto. 

Karena afiliasi tersebut, maka permohonan pengembalian dana ditolak oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Reporter: Zahwa Madjid