PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mencatatkan kerugian diatribusikan kepada pemilik entitas induk yang nyaris capai Rp 6 triliun tepatnya Rp 5,88 triliun. Kerugian perusahaan emiten pelat merah ini menggelembung 20.804% dari periode yang sama tahun lalu minus Rp 27,96 miliar.
Padahal pendapatan Wijaya Karya naik 17,88% per September 2023 menjadi Rp 15,07 triliun. Pendapatan Wijaya Karya per kuartal tiga 2022 yakni Rp 12,79 triliun.
Perolehan pendapatan Wijaya Karya ditopang dari infrastruktur dan gedung Rp 8,09 triliun. Lalu diperoleh dari industri Rp 3,42 triliun. Selanjutnya dari segmen energi dan industrial plant yakni Rp 2,58 triliun. Lalu terdapat catatan pendapatan dari hotel senilai Rp 634,34 miliar, realty serta properti Rp 279,2 miliar dan investasi sejumlah Rp 62 juta.
Seiring dengan meningkatnya raihan pendapatan, beban pokok pendapatan perusahaan turut membengkak 18,59% menjadi Rp 13,86 triliun. Dibandingkan September 2022, beban pokok pendapatan WIKA tercatat Rp 11,69 triliun.
Beban pokok pendapatan yang meninggi berasal dari segmen infrastruktur dan gedung Rp 7,52 triliun. Urutan kedua ditempati oleh segmen industrii yang menyumbang beban pokok senilai Rp 3,15 triliun. Selanjutnya dari segmen energi dan industrial plant masuk poisisi ketiga, sejumlah Rp 2,36 triliun.
Selain beban pokok pendapatan, perusahaan juga harus terbebani dengan beban umum dan administrasi senilai Rp 709,39 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 561,74 miliar.
Aset Wijaya Karya per September 2023 senilai Rp 66,65 triliun. Aset perusahaan turun 11,21% dibandingkan Desember 2022 yakni Rp 75,06 triliun. Lalu jumlah liabilitas perusahaan tercatat Rp 55,67 triliun, turun 3,29% dari Desember 2022 yakni Rp 57,57 triliun. Di sisi lain, ekuitas perusahaan juga turun menjadi Rp 10,92 trriliun dari sebelum Rp 17,49 triliun.
Wijaya Karya juga memiliki deretan pinjaman jangka pendek dan panjang dari sejumlah bank maupun non bank. Pinjaman jangka pendek WIKA tercatat Rp 14,44 triliun. Adapun pinjaman dari pihak berelasi tertinggi berasal dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yakni Rp 3,87 triliun. Selanjutnya PT Sarana Multi Infrastruktur senilai Rp 1,5 triliun dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sejumlah Rp 990 miliar.
Selanjutnya terdapat pula pinjaman jangka panjang senilai Rp 5,84 triliun yang tercatat dalam laporan keuangan perusahaan. Dalam laporannya pinjaman jangka panjang dari pihak berelasi berasal dari Sarana Multi Infrastruktur Rp 1,95 triliun dan Bank Mandiri Rp 835,04 miliar.