PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) membeberkan kondisi terbaru terkait rencana spin off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah atau BUS dan rencana merger dengan Bank Muamalat. Proses due diligence (uji tuntas) BTN terhadap Muamalat terhambat karena masih menunggu sejumlah data keuangan.
"Perusahaan masih menunggu data-data dari kantor akuntan. Ada juga keterlambatan laporan keuangan audit dan yang paling lama adalah data pengkreditan," ujar Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu kepada wartawan di Menara BTN Jakarta, Kamis (25/4).
Terkait kesiapan BTN Syariah, Nixon menyebut unit usahanya itu memiliki dana semacam ekuitas yang dicatat sebagai Rekening Antar Kantor (RAK) sekitar Rp 6 triliun. Namun, Nixon belum bisa menyebutkan jumlah dana yang akan digunakan untuk mengakuisisi Muamalat.
"Belum tahu, belum tentu dipakai semua buat (akuisisi) itu juga. Kami pasti pilih yang paling murah," ujar dia.
Target Merger Meleset
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menargetkan merger Bank Muamalat dengan Bank Tabungan Negara Syariah rampung pada Maret 2024. Erick menyebut Kementerian BUMN sudah melakukan diskusi dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Kementerian Agama soal sinergi antara Bank Muamalat dengan BTN Syariah.
"Finansial syariah menarik pada saat ini. Maka itu [merger] antara BTN Syariah dan Bank Muamalat sedang dalam proses pembicaraan, kalau lancar Maret 2024 rampung," kata Erick dalam konferensi pers, Selasa (19/12).
Sekretaris Perusahaan BTN Ramon Armando mengatakan dampak atas spin off Unit Usaha Syariah (UUS) memberikan nilai tambah baik dari sisi keuangan maupun operasional bagi perusahaan.
Selain itu, Ramon menjelaskan jika permohonan izin atau persetujuan pemisahan UUS akan dilakukan perseroan paling lama dua tahun. Hal ini berdasarkan laporan keeuangan perseroan per 31 Desember 2023 yang dipublikasikan pada 12 Februari 2024. Lalu tetap memperhatikan usulan dari pemegang saham.
Di sisi lain, BTN Syariah sepanjang kuartal I 2024 mencapai Rp 164,1 miliar, atau melesat 56,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 105,1 miliar.
Kenaikan laba bersih BTN Syariah ditopang oleh penyaluran pembiayaan yang meningkat 20% menjadi Rp 39,1 triliun pada kuartal I 2024, dibandingkan dengan periode yang sama 2023 yakni Rp 32,6 triliun. Pertumbuhan dua digit juga terlihat di penghimpunan DPK BTN Syariah, yang mencapai 20,3% menjadi Rp 42,9 triliun.
Seiring dengan pertumbuhan positif di sisi pembiayaan dan penghimpunan DPK, BTN Syariah membukukan peningkatan aset sebesar 17,9% yoy menjadi Rp 54,8 triliun pada kuartal I 2024.