Bursa Efek Indonesia (BEI) menjatuhkan sanksi peringatan tertulis terhadap 145 perusahaan tercatat yang hingga kini belum menyampaikan laporan keuangan per 31 Maret 2024.
Adapun dari 145 perusahaan tercatat, salah satu emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang belum melaporkan laporan keuangannya. Perusahaan tersebut adalah emiten farmasi PT Indofarma Tbk (INAF).
Manajemen BEI yang terdiri dari Teuku Fahmi Ariandar, Adi Pratomo Aryanto, Vera Florida, dan Lidia M. Panjaitan menyampaikan bahwa sesuai dengan ketentuan II.6.1 Peraturan Nomor I-H tentang sanksi, Bursa akan memberikan peringatan tertulis I kepada 145 perusahaan tercatat yang tidak memenuhi kewajiban penyampaian Laporan Keuangan Auditan Interim yang berakhir pada 31 Maret 2024 secara tepat waktu.
Dari 1.028 perusahaan tercatat, sebanyak 703 telah menyampaikan laporan keuangannya. Sedangkan sebanyak 150 perusahaan tercatat tidak diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan.
“Dengan demikian terdapat 145 perusahaan tercatat yang hingga tanggal 30 April 2024 belum menyampaikan laporan keuangan interim yang berakhir per 31 Maret 2024 secara tepat waktu,” tulis pengumuman otoritas bursa, Selasa (14/5).
Sebelumnya, Bursa juga telah menjatuhkan sanksi kepada Indofarma sebab belum menyampaikan laporan keuangan per 31 Desember 2023.
Dugaan Fraud dan Salah Kelola
Selain belum menyampaikan laporan keuangannya, yang paling mengejutkan dari masalah di Indofarma adalah ketika Laksono Trisnantoro mengajukan pengunduran diri sebagai Komisaris Utama perusahaan dan mengungkapkan dugaan fraud. Laksono mengungkapkan hasil audit BPK pada 2023 menemukan indikasi praktik fraud di Indofarma.
"Situasi ini sudah kami duga di tahun 2021, di mana Dewan Komisaris PT Indofarma Tbk sudah mengajukan audit dari pihak luar untuk masalah yang terjadi. Akan tetapi, audit tersebut tidak pernah terjadi sampai adanya audit BPK di tahun 2023," kata Laksono dalam surat yang dikirimkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang ditembuskan kepada BEI, Menteri BUMN Erick Thohir, Biofarma, dan sejumlah pihak terkait.
Ia mengatakan dalam rapat Dewan Direksi Bio Farma dan Dewan Komisaris serta Dewan Direksi Indofarma pada 3 Januari 2024, Holding BUMN Farmasi tidak lagi menggunakan jalur transformasi BUMN di mana Indofarma disiapkan menjadi perusahaan yang menangani alat kesehatan dan herbal.
Pasalnya, kondisi perusahaan tidak memungkinkan lagi bagi Indofarma untuk menjadi pemain di bisnis alat kesehatan dan herbal. Dalam rapat tersebut, direksi Bio Farma memutuskan kegiatan usaha alat kesehatan dan herbal akan dialihkan ke perusahaan lain di dalam Holding.
Laksono juga mengungkapkan terjadi downsizing dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang dipangkas dari Rp 450 miliar menjadi Rp 250 miliar. Selain itu, Indofarma juga masuk dalam penanganan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) untuk menyehatkan perusahaan. Laksono menjabat sebagai Komisaris Indofarma sejak 2021.