Emiten produsen baja BUMN, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), membukukan kerugian bersih senilai US$ 131,65 juta atau setara Rp 2,03 triliun sepanjang tahun 2023. Kerugian ini berkebalikan dari capaian kinerja KRAS pada periode yang sama pada tahun 2022 yang membukukan laba sebesar US$ 22,64 juta.
Penyebabnya, perusahaan mencatatkan beban keuangan senilai US$129,59 juta atau setara Rp2 triliun dan rugi selisih kurs senilai US$9,62 juta atau setara Rp148,48 miliar.
Sepanjang tahun lalu, Krakatau Steel mengantongi pendapaan US$ 1,45 miliar, setara Rp 22,45 triliun. Pendapatan ini turun dibanding capaian tahun 2022 sebesar US$ 2,23 miliar.
Dari sisi biaya usaha, terjadi penurunan 6% dibanding tahun lalu menjadi senilai US$125,33 juta atau setara Rp1,94 triliun di tahun 2023 dan ada tambahan kontribusi positif dari bagian laba entitas asosiasi senilai US$41,41 juta atau setara Rp 0,64 triliun.
Direktur Utama Krakatau Steel Purwono Widodo menambahkan, total liabilitas KRAS sepanjang tahun lalu turun sebesar 10% dari US$ 2,61 miliar menjadi US$ 2,35 miliar di tahun 2023. Hal ini karena adanya pembayaran sebagian pokok hutang Tranche A dan Tranche B sebesar USD283,78 juta yang bersumber dari divestasi anak perusahaan maupun optimalisasi lahan.
“Hingga saat ini kami masih terus berupaya mempertahankan pencapaian kinerja terlihat dengan arus kas perseroan yang masih dapat kami jaga tetap positif dengan saldo kas akhir tahun 2023 senilai US$102,7 juta atau setara Rp1,58 triliun atau naik 30% dibandingkan tahun 2022,” kata Purwono, dalam keterangan tertulis, Selasa (4/6).
Lebih lanjut Purwono menjelaskan bahwa kerugian yang dialami Krakatau Steel merupakan salah satu dampak tidak beroperasinya fasilitas Hot Strip Mill 1 yang merupakan penghasil produk utama Hot Rolled Coil (HRC) akibat kerusakan pada switch house Finishing Mill.
“Perbaikan fasilitas tersebut akan selesai tahun ini dan diharapkan produksi pertama produk HRC pasca perbaikan akan dilakukan pada Triwulan IV tahun 2024,” ucapnya.
Selain itu, aksi korporasi divestasi saham beberapa anak usaha di Subholding Krakatau Sarana Infrastruktur untuk pembayaran utang Tranche B juga berdampak pada penurunan kinerja karena di tahun 2023 ini sudah tidak lagi dikonsolidasikan ke Krakatau Steel Grup.