PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatatkan kerugian yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 131,222 juta atau setara Rp 2,06 triliun sampai September 2024 (asumsi kurs Rp 15.728 per dolar Amerika Serikat). Kerugian GIAA bengkak 81,29% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 72,38 juta.
Padahal, pendapatan perusahaan naik 14,72% menjadi US$ 2,56 miliar, dari US$ 2,23 miliar pada periode sebelumnya. Raihan pendapatan ditopang oleh penerbangan berjadwal sebesar US$ 2,01 miliar. Pendapatan dari penumpang sebesar US$ 1,89 miliar.
Menelisik laporan keuangan GIAA, ada sejumlah beban yang membuat kinerja keuangan tertekan. Emiten aviasi pelat merah mencatatkan beban operasional penerbangan US$ 1,29 miliar atau Rp 20,34 triliun hingga periode kuartal III 2024. Beban operasional penerbangan meningkat 14% dibandingkan periode yang sama US$ 1,13 miliar.
Harga Bahan Bakar
Pada pos beban operasional penerbangan, nilai beban bahan bakar menjadi yang paling banyak yaitu senilai US$ 836,3 juta, naik dari sebelumnya US$ 695,18 juta. Beban penyusutan Garuda Indonesia US$ 253,66 juta dari US$ 243,84 juta.
Lalu pos beban keuangan GIAA sebesar US$ 374,33 juta atau Rp 5,88 triliun, meningkat 10,78% per kuartal III 20224 dibandingkan periode yang sebelum US$ 337,89 juta. Dari pos lain seperti pos beban tiket, penjualan dan promosi hingga September 2024 tercatat senilai US$ 130,62 juta.
Selanjutnya beban pelayanan penumpang yaitu US$ 167,66 juta, beban kebandaraan US$ 190,96 juta, dan beban umum serta administrasi US$ 158,52 juta.
Adapun total aset Garuda Indonesia per September 2024 yaitu US$ 6,5 miliar. Aset GIAA turun dari periode Desember 2023 yakni US$ 6,72 miliar. Lalu total liabilitas hingga kuartal tiga 2024 yakni US$ 7,91 miliar dibandingkan sebelum US$ 8,01 miliar. Garuda Indonesia mencatatkan ekuitas negatif US$ 1,41 miliar, naik dibandingkan sebelumnya US$ 1,28 miliar.