Charles Sitorus Dicopot dari Komisaris PLN Usai Jadi Tersangka Kasus Impor Gula

Fauza Syahputra|Katadata
Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia periode 2015-2016, Charles Sitorus (kiri) menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (1/11/2024).
15/11/2024, 10.50 WIB

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham PT PLN (Persero) merombak jajaran komisaris perusahaan tersebut melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) di Jakarta, Kamis (14/11). Pemegang saham juga mencopot Komisaris Independen Charles Sitorus yang saat ini menjadi tersangka kasus impor gula bersama Tom Lembong.

"Mengukuhkan pemberhentian Charles Sitorus sebagai Komisaris Independen," tulis keterangan tertulis PLN yang diterima Redaksi Katadata.co.id, Jumat (15/11).

Selain itu, RUPS juga mengangkat jajaran Komisaris baru yang terdiri dari:
1. Suahasil Nazara sebagai Wakil Komisaris Utama
2. Aminuddin Ma'ruf sebagai Komisaris
3. Jisman P. Hutajulu sebagai Komisaris
4. Yazid Fanani sebagai Komisaris Independen
5. Ali Masykur Musa sebagai Komisaris Independen

Dengan perubahan tersebut, maka jajaran Dewan Komisaris PLN menjadi sebagai berikut:
1. Burhanuddin Abdullah sebagai Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen
2. Suahasil Nazara sebagai Wakil Komisaris Utama
3. Susiwijono Moegiarso sebagai Komisaris
4. Aminuddin Ma'ruf sebagai Komisaris
5. Dadan Kusdiana sebagai Komisaris
6. Jisman P. Hutajulu sebagai Komisaris
7. Mutanto Juwono sebagai Komisaris Independen
8. Andi Arief sebagai Komisaris Independen
9. Yazid Fanani sebagai Komisaris Independen
10. Ali Masykur Musa sebagai Komisaris Independen

Charles Sitorus Jadi Tersangka Kasus Impor Gula

Charles Sitorus saat ini tengah menjadi tersangka kasus impor gula bersama dengan Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Saat itu, Charles Sitorus menduduki jabatan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengatakan kasus bermula ketika Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih.

Kejagung menilai dalam rapat koordinasi (rakor) antar kementerian pada 12 Mei 2015 disimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula, sehingga tidak memerlukan impor gula. Kejagung menyebut, persetujuan impor yang dikeluarkan itu juga tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

Qohar mengatakan, Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT. PPI memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula dan mengolah gula mentah tersebut menjadi kristal putih. Menurut dia, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, gula tersebut dijual oleh delapan perusahaan tersebut dengan harga Rp16.000 yang lebih tinggi di atas HET saat itu, yaitu sebesar Rp13.000.

“PT. PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram,” katanya.