Pandemi virus corona menghantam pasar keuangan di seluruh dunia, termasuk Indonesia dan menyeret IHSG serta nilai tukar rupiah. Meski demikian, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan kondisi ekonomi saat ini sangat berbeda dengan krisis keuangan 2008 maupun 1998.
"Ini masalah kemanusiaan dan yang terjadi di permasalahan keuangan dan ekonomi saat ini karena pandemi yang menyebar sangat luas dan cepat," kata Perry di Jakarta, Kamis (26/3).
(Baca: Ekonomi Indonesia dalam Skenario Terburuk Akibat Virus Corona)
Nilai tukar yang saat ini menembus level Rp 16 ribu per dolar AS juga tak dapat dibandingkan dengan kondisi 1998. Alasannya, pelemahan rupiah saat 1998 sangat tajam yakni dari Rp 2.500 per dolar AS.
"Kurs Rp 16.000 sekarang dengan dahulu tidak bisa dibandingkan," ucap dia.
Adapun sepanjang tahun ini, rupiah telah melemah lebih dari 15% dari posisi Rp 13.866 per dolar AS di akhir tahun lalu. Pelemahan rupiah disebabkan oleh kepanikan global akibat pandemi corona. Perry pun optimistis kurs rupiah akan membaik setelah pandemi mereda.
(Baca: Warga Miskin, Pekerja Informal & Ojol Dapat Bantuan Tunai Efek Corona)
Di sisi lain, kondisi perbankan dalam negeri saat ini juga jauh lebih kuat dibandingkan 2008, apalagi 1998. Ini terlihat dari kondisi rasio modal atau capital adequacy ratio dan kredit bermasalah atau nonperforming loan.
Meski begitu, Perry tak menampik bahwa permasalahan covid-19 akan mempengaruhi sektor keuangan maupun perekonomian Tanah Air. Maka dari itu, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah beserta Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk memitigasi dampak pandemi terhadap sistem keuangan.
Ia pun berharap wabah virus corona di Indonesia dapat segera diselesaikan dengan baik. "Karena semakin cepat dan baik kita selesaikan virus ini, dampak terhadap pasar keuangan dan perekonomian segera diminimalisir," tutup dia.