Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada tahun ini berpotensi meningkat 0,8% terhadap Produk Domestik Bruto. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut defisit APBN bakal melebar seiring kebijakan pemerintah menggelontorkan stimulus untuk menangkal dampak virus corona.
"Dari sisi stimulus fiskal dan nonfiskal yang sudah diberikan, keseluruhan kebijakan APBN akan membuat defisit sekitar 2,5%, atau Rp 125 triliun tambahan defisitnya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3).
Stimulus fiskal dan nonfiskal terbaru yang dikeluarkan pemerintah berfokus pada sektor industri manufaktur senilai Rp 22,9 triliun. Sebelumnya pemerintah juga telah memberikan stimulus senilai Rp 10,2 triliun dengan fokus sektor pariwisata.
Stimulus fiskal yang baru diumumkan pemerintah, yakni pembebasan sementara Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk seluruh pekerja industri pengolahan, penundaan pengenaan PPh Pasal 22 Impor, pemberlakuan skema pengurangan PPh Pasal 25 Badan sebesar 30%, dan relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam bentuk percepatan dan penaikkan batas maksimum restitusi.
(Baca: Guyuran Stimulus Global Tahan Penurunan Bursa Saham Asia)
Selain stimulus fiskal, Sri Mulyani juga memberikan empat stimulus nonfiskal. Pertama, penyederhanaan dan pengurangan jumlah larangan dan pembatasan aktivitas ekspor. Kedua, penyederhanaan dan pengurangan jumlah larangan dan pembatasan aktivitas impor.
Ketiga, percepatan proses ekspor dan impor untuk reputable traders dan peningkatan percepatan layanan proses ekspor-impor. "Keempat, pengawasan melalui pengembangan National Logistics Ecosystem," ujarnya.
Selain karena stimulus yang telah digelontorkan, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, pelebaran defisit juga terjadi karena belanja negara yang tak akan ditahan guna memperbaiki kondisi ekonomi.Padahal, penerimaan negara menurun di tengah persebaran virus corona.
(Baca: WNI Positif Corona di Singapura Bertambah Lagi jadi 7 Orang)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airalangga Hartarto menjelaskan, dampak virus corona terhadap sektor ekonomi tak terelakkan lagi. "Namun pemerintah akan terus pelajari dampak virus ini," ucap Airlangga dalam konferensi pers yang sama.
Untuk itu, pemerintah memerhatikan isu-isu yang memerlukan kebijakan khusus. Pertama, ketersediaan stok pangan yang memengaruhi harga. Kedua, pembatasan perjalanan dan mobilitas pekerja yang mempengaruhi sektor pariwisata dan transportasi.
Ketiga, disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok yang mempengaruhi kinerja sektor manufaktur. Keempat, penurunan harga minyak dunia akibat pelemahan permintaan dan perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia.