Ekonomi Lesu Akibat Corona, Gubernur BI Cemaskan Perang Harga Minyak

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengkhawatirkan perang harga minyak yang kembali melanda dunia di tengah ancaman virus corona terhadap pertumbuhan ekonomi.
9/3/2020, 13.50 WIB

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai kondisi perekonomian global saat ini semakin berkecamuk. Dunia pun kembali dilanda perang harga minyak di tengah kekhawatiran semakin luas penyebaran virus corona yang berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi global.

"Ini masih situasi corona, pagi ini kita dihentakkan kembali dengan perang minyak," kata Perry dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman Kerja Sama Standardisasi Kompetensi di Bidang Perbankan di kantornya, Jakarta, Senin (9/3).

Perry menjelaskan, tertekannya harga minyak saat ini disebabkan oleh kekhawatiran global. Dia berpendapat bahwa pergerakan dunia saat ini sangatlah cepat. Dengan adanya perang minyak tersebut, ia mengatakan bahwa harga minyak dunia menurun. "Sehingga harga minyak turun dari US$ 60 menjadi US$ 30 per barel. Ini sangat cepat," ujarnya.

(Baca: Arab Saudi Picu 'Perang' Produksi, Harga Minyak Terjun Bebas Lebih 20%)

Perry menyayangkan keadaan perang minyak dan perluasan virus corona saat ini. Padahal, dirinya sudah mulai optimis sejak adanya kesepakatan perang dagang pada awal tahun ini. "Perang dagang ada secercah harapan, ada sinar sedikit. Baru muncul, redup lagi," ucap dia.

Harga minyak mentah dunia terjun bebas ke level terendahnya setelah Arab Saudi memangkas harga jual serta berencana menggenjot produksi minyak secara signifikan. Langkah Arab Saudi tersebut menandakan dimulainya perang harga minyak mentah secara global.

Melansir data Bloomberg, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) pada 10.46 WIB turun 30,96% menjadi US$ 28,5 per barel. Sedangkan harga minyak jenis Brent turun 28,72% menjadi US$ 32,27 per barel.

(Baca: Harga Minyak Anjlok Lebih dari 20%, Bursa Saham Asia Pagi Ini Rontok)

Arab Saudi mengambil sejumlah langkah setelah Rusia pada Jumat (6/3) menolak keras usulan pengurangan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Padahal, rencana tersebut diklaim sebagai upaya OPEC menstabilkan harga minyak yang di tengah ancaman kejatuhan ekonomi negara dunia akibat penyebaran virus corona.

Arab Saudi menyatakan, akan meningkatkan produksi lebih dari 10 juta barel per hari (bph) pada April mendatang. Hal ini sebagai respons setelah kesepakatan pembatasan produksi antara OPEC dan Rusia atau OPEC + berakhir pada Maret ini.

Negara itu juga bakal memangkas harga jual minyak mentah untuk periode April untuk semua kadar minyak mentah dan ke semua tujuan dengan harga mulai dari US$ 6 hingga US$ 8 per barel.

(Baca: Moody’s, Pemeringkat Milik Warren Buffet Koreksi Ekonomi Indonesia)

Reporter: Agatha Olivia Victoria