Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal mengkaji ulang sistem penggajian aparatur sipil negara atau ASN. Hal ini menanggapi banyaknya protes dari aparat kepolisian dan kejaksaan agung yang merasa tak adil karena gaji yang diperoleh berbeda dari pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
"Kami akan mencoba bersama-sama dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk me-review secara komprehensif sistem penggajian di Indonesia," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/12).
(Baca: Jokowi Ditanya Siswa SMK: Mengapa Tak Tegas Hukum Mati Koruptor?)
Namun dalam mengkaji permasalahan tersebut, Sri Mulyani akan melihat kemampuan keuangan negara. Tak hanya polisi dan jaksa agung, banyak kepala daerah yang sebenarnya juga meminta penambahan tunjangan jabatan kepada dirinya.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga menekankan bahwa gaji yang besar tak menjamin seseorang lepas dari godaan korupsi. "Mau digaji berapa pun, kalau tergoda dengan miliaran atau triliun susah. Menteri saja tidak ada yang gajinya miliar. Ini masalah tamak atau tidak tamak saja," ungkapnya.
(Baca: Absen Acara Hari Antikorupsi di KPK, Jokowi: Bagi Tugas dengan Ma'ruf)
Aparatur negara dinilai harus bisa mengelola dengan baik gaji yang diperoleh. Apalagi, gaji dan tunjangan yang diberikan kepada ASN cukup memadai.
"Kalau dulu memang susah karena gajinya tidak memungkinkan untuk hidup. Jadi mindset-nya dahulu mereka tidak mungkin hidup jujur karena memang gajinya habis hanya untuk seminggu atau 10 hari," ucap dia.
Adapun sesuai UU KPK yang baru, pegawai lembaga antirasuah ini kini berstatus sebagai ASN. Namun, hingga kini belum ada pembahasan terkait penyesuaian gaji pada lembaga tersebut.