Tertekan Kondisi Global, Intervensi BI Antar Rupiah Menguat Tipis

Arief Kamaludin (Katadata)
Ilustrasi dolar AS. Kondisi pasar global sedang tak ramah terhadap rupiah, BI lakukan intervensi agar nilai tukar rupiah tidak melemah.
3/12/2019, 17.18 WIB

Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan sore ini, Selasa (3/12), menguat tipis 0,07% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke level Rp 14.115 /US$. Penguatan tipis ini akibat intervensi Bank Indonesia (BI) di pasar valuta asing (valas) dan obligasi di perdagangan domestic non deliverable forward (DNDF).

"Dengan kondisi global yang begitu kuat, apa yang dilakukan oleh BI membuahkan hasil yang maksimal sehingga mata uang rupiah di hari ini ditutup menguat tipis," kata Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim kepada Katadata.co.id, Selasa (3/12).

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah berada di level Rp 14.130/US$, atau turun 8 poin dibanding level kemarin sore di Rp 14.122/US$.

(Baca: Rupiah Melemah Terimbas Perang Dagang Baru AS ke Brasil dan Argentina)

Meski begitu, mata uang Asia bergerak bervariasi. Mengutip Bloomberg, yen Jepang melemah 0,11%, dolar Hong Kong 0,01%, won Korea Selatan 0,33%, dan yuan Tiongkok 0,09%. Sementara itu, bersamaan dengan rupiah, dolar Singapura menguat 0,13%, dolar Taiwan 0,01%, peso Filipina 0,06%, rupee India 0,08%, ringgit Malaysia 0,1%, dan baht Thailand 0,03%.

Ibrahim menjelaskan bahwa rupiah telah aktif ditransaksikan sejak pasar dibuka pada pukul 7.00. BI, yang telah mengetahui kondisi perekonomian global tidak kurang mendukung, waspada dan dengan sigap menjaga dengan ketat mata uang Garuda.

Kondisi global saat ini sedang tak ramah terhadap rupiah. Pagi tadi, rupiah sempat melemah terhadap dolar AS setelah Negeri Paman Sam menciptakan ketegangan perdagangan baru, kali ini dengan Brasil dan Argentina setelah Presiden Donald Trump berencana memberlakukan bea masuk untuk impor baja dan aluminium dari dua negara tersebut.

(Baca: Harga Emas Antam Kembali Naik ke Level Rp 747 Ribu per Gram)

Ibrahim menjelaskan bahwa Trump beralasan selama ini mata uang dua negara Amerika Selatan tersebut terlalu lemah terhadap dolar sehingga merugikan AS. Pengumuman itu menyusul rilis data terbaru dari Institute of Supply Management (ISM) yang mencatat bahwa aktivitas manufaktur AS berkontraksi pada November.

Purchasing Manager's Index (PMI) sektor manufaktur AS versi ISM turun menjadi 48,1 pada November. Turunnya indeks PMI ini di bawah ekspektasi pasar. Adapun angka indeks ini di bawah 50 menunjukkan adanya penurunan aktivitas pada sektor tersebut.

Ibrahim menuturkan, pada perdagangan besok nilai tukar rupiah kemungkinan masih akan dalam tekanan. Dia memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.105 - 14.135/US$.

(Baca: Pasar Cermati Hubungan Tiongkok-AS, Mayoritas Bursa Saham Asia Merah)

Reporter: Agatha Olivia Victoria