Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Oktober 2019 surplus sebesar US$ 161,3 juta, membaik dibanding bulan sebelumnya yang defisit US$ 163,9 juta. Meski demikian, neraca perdagangan sepanjang Januari-Oktober tercatat masih defisit sebesar US$ 1,79 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan ekspor pada Oktober tercatat sebesar US$ 14,92 miliar, naik 5,92% dibandingkan bulan lalu US$ 14,1 miliar. Sementara itu, impor naik 3,57% dari US$ 14,26 miliar pada September menjadi US$ 14,77 miliar.
"Total impor setelah dikurangi ekspor masih surplus US$ 161,3 juta," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers pengumuman ekspor-impor Oktober 2019 di Jakarta, Jumat (15/11).
Ia menjelaskan, ekspor migas naik 11,58%, sedangkan nonmigas tumbuh 5,58%. "Perekonomian global masih menjadi tantangan dan berdampak pada fluktuasi harga komoditas," jelas dia.
(Baca: Defisit Neraca Dagang Diramal Melebar, Rupiah Berpotensi Melemah)
Harga minyak mentah Indonesia, menurut dia, turun dari US$ 60,84 per barel pada bulan September menjadi US$ 59,82 miliar. Namun, terdapat beberapa ekspor komoditas nonmigas yang mulai membaik, seperti cokelat, batu bara, dan minyak sawit.
"Sedangkan ekspor minyak kernel, nikel, dan perak turun. Tentu ini berpengaruh terhadap total ekspor," jelas dia.
Secara kumulatif (Januari-Oktober 2019), total ekspor tercatat US$ 139,11 miliar, turun 7,8% dibanding periode yang sama tahun lalu.
(Baca: IHSG Diramal Melemah Tertekan Data Neraca Perdagangan )
Sementara itu, kenaikan impor Oktober terutama didorong oleh kelompok bahan baku dan konsumsi yang naik masing-masing 6,17% dan 2,12% menjadi US$ 10,89 miliar dan US$ 1,44 miliar. Sedangkan impor barang modal turun 5,87% menjadi US$ 2,44 miliar
"Peningkatan impor nonmigas cukup besar terjadi pada mesin dan peralatan listrik, serta besi dan baja, sedangkan yang turun itu impor mesin pesawat mekanik," kata dia.
Adapun secara kumulatif, menurut dia, impor tercatat turun 9,94% dibanding periode yang sama tahun lalu.
"Dengan adanya surplus pada Oktober, neraca perdagangan Januari-Oktober masih defisit 1,79 miliar," jelas dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berjanji untuk memperbaiki kinerja neraca perdagangan yang hingga kini masih defisit. Ia menyebut, sudah memerintahkan kepada para menteri di Kabinet Indonesia Maju untuk melihat secara detail persoalan ekspor dan impor dan mendiagnosa masalah yang ada secara jelas.
Neraca perdagangan menjadi salah satu tantangan pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo. Tahun lalu, defisit neraca perdagangan mencapai US$ 8,7 miliar, terbesar sepanjang sejarah seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.