Nilai tukar rupiah pada perdagangan sore hari ini, Selasa (12/11) menguat 0,09% ke posisi Rp 14.054 per dolar AS. Penguatan rupiah terutama ditopang intervensi Bank Indonesia (BI) di pasar valuta asing (valas) dan obligasi.
Adapun Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di level Rp 14.059 per dolar AS, melemah dibanding kemarin Rp 14.040 per dolar AS.
"Rupiah menguat berkat intervensi BI di pasar valas dan obligasi walaupun data eksternal negatif," ujar Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim di Jakarta, Selasa (12/11).
(Baca: Jokowi Yakin Penyakit Defisit Transaksi Berjalan Tuntas dalam 4 Tahun)
Ia menjelaskan, data-data perekonomian di dalam negeri juga cukup baik untuk menopang rupiah. Defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal III 2019 tercatat turun dari 3,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal sebelumnya menjadi 2,7% terhadap PDB.
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2019 juga mencapai 5,02% di atas perkiraan pasar. "Kondisi ini membuat optimisme kembali menguat di kalangan pebisnis," jelas dia.
Sementara di sisi eksternal, menurut dia, indeks dolar AS menguat 0,12% ke level 98.32 akibat kekhawatiran pasar atas meningkatnya ketegangan di Hong Kong. Polisi anti huru-hara Hong Kong kembali menembakkan gas air mata di sebuah universitas pada Selasa pagi waktu setempat.
(Baca: BI: Ekonomi Syariah Bisa Jadi ‘Obat’ Defisit Transaksi Berjalan di RI)
Selain situasi Hong Kong, pasar juga masih meragukan kesepakatan perdagangan antara Beijing dan Washington, termasuk rencana kedua negara saling menurunkan tarif.
"Pasar semakin hati-hati menjelang pidato Presiden AS Donald Trump kepada Economic Club of New York, khawatir terdapat pernyataan baru terkait kesepakatan perdagangan tahap satu AS dan Tiongkok," ucap dia.
Pada transaksi besok, Ibrahim memproyeksikan rupiah bergerak pada rentang Rp 14.015 - 14.080 per dolar AS, dengan kecenderungan melemah.