Impor dari Tiongkok Tinggi, Neraca Dagang Nonmigas RI Defisit US$ 14 M

ANTARA FOTO/Bayu Prasetyo
Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping (kanan) saat pertemuan bilateral disela-sela menghadiri KTT One Belt One Road di Gedung Great Hall of the People, Beijing, Minggu (14/5).
15/10/2019, 20.31 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan nonmigas Indonesia terhadap Tiongkok pada September 2019 masih mengalami defisit sebesar US$ 1,47 miliar. Dengan demikian, secara kumulatif dari Januari hingga September 2019, neraca perdagangan Indonesia terhadap Tiongkok defisit US$ 13,99 miliar.

"Terhadap AS kita surplus, India dan Belanda juga. Tetapi dengan Australia, Thailand dan Tiongkok kita defisit," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Selasa (15/10).

Berdasarkan data BPS, nilai defisit neraca perdagangan nonmigas dengan Tiongkok tersebut meningkat jika dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 13,95 miliar. Defisit terjadi karena nilai impor Indonesia dari Tiongkok masih lebih besar dari nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok.

(Baca: Ekspor Makin Loyo, Neraca Dagang September Defisit US$ 160 Juta)

Pada periode Januari-September 2019, nilai impor nonmigas dari Tiongkok menurut 10 harmonized system dua digit terbesar tercatat US$ 32,34 miliar. Sedangkan ekspor ke Tiongkok hanya bernilai US$ 18,35 miliar.

Komoditas impor yang mengalami kenaikan terbesar yakni komoditas perabot dan penerangan rumah. Impor komoditas ini sebesar US$ 644,81 juta pada Januari-September 2019, tumbuh 32,51% dari periode sama tahun lalu US$ 486,60 juta.

Selain perabot, komoditas impor dari Tiongkok yang mengalami pertumbuhan pesat yakni mesin-mesin dan pesawat mekanik. Impor komoditas ini tercatat senilai US$ 7,78 miliar naik 12,69% dari periode sama tahun lalu US$ 6,9 miliar.

Komoditas kendaraan dan bagiannya juga tumbuh pesat. Impor komoditas ini tercatat sebesar US$ 783,82 juta, naik 6,79% dari periode sama tahun lalu US$ 734,02 juta.

(Baca: Surplus Dagang ke AS Naik Terbantu Ekspor Perhiasan)

Komoditas plastik dan barang dari plastik menyusul sebagai komoditas impor terbesar dari Tiongkok, setelah kendaraan. Impor komoditas ini sebesar US$ 1,34 miliar, naik 6,08% dari periode sama tahun lalu US$ 1,27 miliar.

Kemudian, komoditas filamen buatan serta komoditas besi dan baja. Masing-masing tercatat tumbuh 4,53% dan 1,49% dari periode sama tahun lalu.

Sedangkan beberapa komoditas impor yang mencatatkan penurunan yakni mesin dan peralatan listrik, bahan kimia organik, benda-benda dari besi dan baja, bahan kimia anorganik, serta komoditas lainnya.

Adapun ekspor ke Tiongkok tercatat menurun sebesar 0,97% pada periode Januari hingga September 2019. Mayoritas komoditas ekspor Tiongkok mencatatkan penurunan.

Komoditas yang mengalami penurunan nilai ekspor terbesar yakni kertas dan karton yaitu turun 43,9%. Kemudian, karet dan barang dari karet 28,24%, kayu dan barang dari kayu sebesar 27,63%, produk kimia 20,68%, tembaga 8,47%, bijih, kerak dan abu logam 8,26%, kapas 3,92%, bubur kayu dan pulp 2,99%, dan bahan bakar mineral 0,3%.

Meski begitu, komoditas lemak dan minyak hewan nabati, besi dan baja,  bahan kimia organik, alas kaki, ikan dan udang, plastik dan barang dari plastik, serta komoditas lainnya masih mencatatkan pertumbuhan ekspor.