Nilai tukar rupiah dibuka menguat tipis 0,04% pada perdagangan di pasar spot, Selasa (1/10) pagi, menjadi Rp 14.190 per dolar Amerika Serikat (AS). Namun, nilai tukar rupiah berpeluang melemah hari ini, dipicu sentimen domestik maupun global, seperti efek kekhawatiran perang dagang serta aksi demonstrasi.
Berdasarkan data Bloomberg, tak hanya mata uang Garuda, mayoritas mata uang Asia juga menunjukkan kenaikan tipis terhadap mata uang Negeri Paman Sam. Saat berita ini ditulis, dolar Hongkong naik 0,01%, dan dolar Taiwan 0,07%. Sementara peso Filipina memimpin di 0,15%, ringgit Malaysia 0,02%, dan baht Thailand 0,07%.
Namun demikian, beberapa mata uang juga masih menunjukkan pelemahan. Yen Jepang turun 0,08%, diikuti dolar Singapura 0,03%, won Korea Selatan 0,09%, rupee India 0,43%, dan yuan Tiongkok 0,36%.
(Baca: Rupiah Melemah Tertekan Perbaikan Data Ekonomi AS)
President Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menyatakan, di tengah penguatan tipis saat ini, nilai tukar rupiah juga berpeluang melemah. "Kekhawatiran pasar terhadap perang dagang masih mengemuka," ujar Ariston kepada katadata.co.id, Selasa (1/10).
Sedangkan dari internal, sentimen pelemahan rupiah kemungkinan datang dari demonstrasi beberapa waktu terakhir yang selalu berakhir ricuh. Adapun aksi demonstrasi, menurutnya selalu menjadi perhatian pelaku pasar.
"Sehingga rupiah bisa berlanjut tertekan karena dua sentimen tersebut," ujar dia.
Ariston mengungkapkan, pelemahan rupiah hari ini berpotensi bergerak ke level Rp 14.230 per dolar AS. Sedangkan support rupiah berada di kisaran Rp 14.100 per dolar AS.
Per 30 September kemarin, rupiah berada di posisi menguat 1,37% secara tahun kalender dibandingkan kondisi Malaysia dan Vietnam. Sementara, indeks dolar AS yang menguat ke level tertinggi tahun ini di 99.47 juga bisa menjadi dorongan tambahan pelemahan rupiah.
Dinamika perang dagang terus bergolak. Terakhir, negosiator perdagangan utama Tiongkok Liu He akan menuju ke AS untuk putaran baru pembicaraan perdagangan. Namun pasar kini khawatir negosiasi antara Tiongkok dan AS tak akan mengarah pada kesepakatan perdagangan.
(Baca: Rupiah Melemah ke 14.195 per Dolar AS Tertekan Perang Dagang)
Selain itu, pasar juga memperhatikam ketidakpastian politik di AS setelah dimulainya penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump.
Trump dituding mendesak Ukraina melalui telepon untuk menginvestigasi kasus korupsi di negeri tersebut. Dia diduga mendesak Ukraina disertai dengan ancaman pembekuan dana bantuan kepada angkatan bersenjata.
Kasus ini juga diduga ikut melibatkan Joe Biden, mantan wakil presiden AS yang berpotensi menjadi rival politiknya pada Pemilu AS 2020, serta putranya Hunter.