Ditjen Pajak Bakal Terapkan Pengawasan Kepatuhan Berbasis Risiko

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Ditjen Pajak bakal menerapkan pengawasan kepatuhan berbasis risiko sebagai bagian dari reformasi perpajakan yang tengah dijalankan Ditjen Pajak.
13/9/2019, 17.47 WIB

Direktorat Jenderal Pajak bakal menerapkan pengawasan kepatuhan berbasis risiko (compliance risk management). Penerapan tersebut merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang tengah dijalankan lembaga tersebut. 

"Implementasi compliance risk management adalah kelanjutan dari program amnesti pajak dan transparansi informasi keuangan," kata Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan dalam keterangan resmi pada Jumat (13/9).

Ia menjelaskan metode pengawasan perpajakan yang lama menimbulkan ketidakadilan antara WP patuh dan tidak patuh. Dengan metode yang baru, menurut dia, pihaknya bakal membangun profil risiko wajib pajak secara lebih canggih dan akurat.

Dengan demikian, pemerintah dapat melayani wajib pajak secara lebih spesifik disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan wajib pajak. 

(Baca: Kemenkeu Terbitkan Aturan Teknis Super Tax Deduction)

Paradigma ini, menurut dia, menggantikan cara pandang lama dimana pada awalnya terdapat sikap saling tidak percaya dan curiga antara masyarakat dan pihak pelayanan pajak. Sikap ini tentunya menghambat terciptanya kepatuhan sukarela yang berkelanjutan.

Sebagai informasi, wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak karena memenuhi kriteria tertentu sehingga dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, terdapat beberapa syarat agar bisa menjadi wajib pajak patuh.

Pertama, tepat waktu menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam dua tahun terakhir. Kedua, tidak terlambat lebih dari tiga tahun dalam menyampaikan SPT masa untuk setiap jenis pajak dan tidak  dalam dua tahun terakhir.

(Baca: Dorong Investasi, Ekonom Nilai Ada Ribuan Aturan Perlu Diubah)

Ketiga, tidak memiliki tunggakan pajak bagi semua jenis pajak. Keempat, tidak menerima hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

Kelima, laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapatan wajar tanpa pengecualian atau dengan pengecualian sepanjang pengecualian itu tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

Adapun wajib pajak patuh bisa mendapatkan keuntungan, seperti didahulukan ketika pengembalian atau restitusi Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai dan tak perlu melalui pemeriksaan.

Wajib pajak patuh bisa menerima pengembalian atau restitusi pajak jauh lebih cepat hingga satu bulan saja, sedangkan wajib pajak tak patuh membutuhkan proses hingga satu tahun.

Reporter: Agatha Olivia Victoria