Credit Default Swap (CDS) surat utang negara kembali naik. Kenaikan CDS mengindikasikan adanya peningkatan persepsi terhadap risiko investasi di dalam negeri. CDS Indonesia untuk tenor lima tahun nyaris menyentuh level 100 pada pertengahan Agustus lalu.
Berdasarkan data worldgovernmentbonds, CDS Indonesia kembali naik mulai awal Agustus. CDS yang sebelumnya sempat turun ke level 77 berangsur menanjak hingga mencapai 99,47 pada 15 Agustus 2019. Saat berita ini ditulis, CDS Indonesia berada pada posisi 91,76.
Meski begitu, ini bukan level CDS tertinggi Indonesia. Pada 2018, CDS terendah berada di level 129 yaitu pada 1 Oktober, sedangkan level tertinggi 159,6 pada 30 oktober. Sedangkan tahun ini, CDS terendah berada di level 77,4 pada 29 Juli, dan CDS tertinggi 143 yaitu pada 3 Januari.
(Baca: Infografik: Perang Dagang AS-Tiongkok Ancam Resesi Singapura)
Yang masih menjadi catatan, CDS Indonesia saat ini tercatat melebihi negara Asia lain yang memegang peringkat utang jangka panjang hampir sama. Indonesia memegang peringkat BBB dari S&P, satu level di atas level terbawah layak investasi. Namun, CDS Indonesia selisih jauh dengan India 73,97 (BBB-), dan Filipina 50,16 (BBB+).
Sedangkan di dunia, CDS Indonesia tercatat hanya lebih baik dibandingkan empat negara lain dengan peringkat utang selevel yaitu Italia 194,1 (BBB), Meksiko 110,6 (BBB+), Rusia 97,67 (BBB-), dan Kolombia 93,02 (BBB-).
Sejauh ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai wajar pergerakan CDS. “Tidak usah panik sebab kondisi global sedang naik turun,” kata dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Kamis (22/8).
(Baca: Pasar Keuangan Dilanda Ketidakpastian, BI Menilai Investasi Emas Aman)
Ia mengakui sempat terjadi arus keluar modal asing (outflow) dari pasar keuangan beberapa waktu lalu. "Memang tempo hari saat meningkatnya ketegangan yang jangka pendek terjadi outflow," ucap dia. Namun, modal asing telah kembali mengalir masuk.
Total modal asing masuk sepanjang tahun ini (year to date) mencapai Rp 176,4 triliun. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pun tercatat surplus ditopang oleh berlanjutnya surplus neraca transaksi modal dan finansial.
Menurut dia, kembalinya modal asing ini lantaran pemilik modal melihat prospek perekonomian domestik yang positif dan investasi di pasar keuangan domestik yang menguntungkan.
Meski begitu, ia meyakinkan BI akan terus menjaga stabilitas di pasar keuangan domestik dengan tetap siaga di pasar. "Sehingga jika dibutuhkan kami akan melakukan intervensi di pasar spot, DNDF dan pembelian SBN di pasar sekunder," ujarnya.