Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2019 mencapai 5,05% (yoy), melambat dibandingkan pada periode sama di tahun sebelumnya sebesar 5,27%. Sementara secara kumulatif, ekonomi hanya tumbuh sebesar 5,06%
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan pertumbuhan ekonomi masih didorong oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih mencapai 5,17 persen. Sementara investasi atau Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh 5,01 persen, sedangkan ekspor terkontraksi 1,84 persen.
“Berdasarkan sektor, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2019 sebesar 5,05% ditopang oleh industri pengolahan dan konsumsi rumah tangga,” kata Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (5/8).
(Baca: Ditopang Konsumsi Lebaran, Ekonom Ramal Pertumbuhan Ekonomi Capai 5,1%)
Saat ini, menurut dia, industri pengolahan adalah sumber pertumbuhan tertinggi berdasarkan sektor usaha, yang menyumbang 0,74%. Adapun seluruh sektor usaha masih tumbuh, kecuali pertambangan yang kontraksi 0,71%.
Penurunan industri pertambangan, menurut dia, disebabkan penurunan industri bijih logam serta produksi pertambangan minyak dan panas bumi. Sementara, lima sektor lain tumbuh melambat seperti perdagangan, konstruksi, pertambangan, transportasi dan pergudangan serta pengadaan listrik dan gas.
Oleh karena itu, menurut dia, Indonesia perlu membenahi banyak hal yang perlu dibenahi pemerintah, menjaga kestabilan politik, kepastian hukum, serta penyederhanaan regulasi. "Perlu dipahami pula tantangan perekonomian global yang perlu diwaspadai," terang dia.
(Baca: Pengusaha Keluhkan Bisnis Manufaktur Melambat Akibat Permintaan Lemah)
Di sisi lain, Suhariyanto menjelaskan penurunan ekspor disebabkan oleh nilai dan volume ekspor migas menurun. "Selain itu disertai dengan penurunan harga komoditas migas," jelas dia.
Komoditas yang mengalami penurunan tajam, yakni karet dan barang dari karet serta barang rajutan. Sementara di sisi impor, pertumbuhan impor migas, nonmigas dan jasa terkontraksi.