Rupiah dan Mata Uang Asia Melemah Jelang Pertemuan AS-Tiongkok

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi, nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang asing.
29/7/2019, 10.35 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,03% pada pasar spot perdagangan hari ini, Senin (29/7) menjadi Rp 14.004 per dolar Amerika Serikat (AS). Hingga berita ini ditulis, nilai tukar rupiah telah menyentuh level Rp 14.012 per dolar AS.

Selain rupiah, beberapa mata uang Asia turut mengalami pelemahan. Tercatat, dolar Taiwan melemah 0,02%, won Korea Selatan melemah 0,29%, yuan Tiongkok melemah 0,12% dan ringgit Malaysia melemah 0,13%.

Pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan akan terpengaruh oleh sentimen dimulainya kembali perundingan perdagangan AS-Tiongkok. Pelaku pasar akan mempelajari perkembangan perdagangan saat negosiator Tiongkok dan AS bertemu hari ini untuk melanjutkan pembicaraan dagang.

Mengutip Bloomberg, saham di Asia merosot merespon antisipasi pasar terhadap pertemuan dagang AS-Tiongkok. Selain itu, moment pertemuan bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) untuk merumuskan kebijakan moneter turut menjadi perhatian investor. Kepala Strategi Asia SEB Eugenia Victorino mengatakan bahwa pasar telah sepenuhnya optimis Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin.

(Baca: Rupiah Tembus Rp 14 Ribu/US$, BI Nilai Hanya Faktor Teknikal)

Indeks dolar AS tercatat melemah 0,07% dibanding penutupan semalam. Pada pukul 09.00, indeks dolar AS berada pada posisi US$ 97,94. Sementara, euro menguat 0,04% terhadap dolar AS.

Rupiah Masih Stabil Meski Kembali ke Level Rp 14.000/dolar AS

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menanggapi kembalinya nilai tukar rupiah ke level Rp 14.000 setelah sempat menyentuh level Rp 13.000 per dolar AS. Dia pun menilai rupiah masih stabil. "Ini hanya faktor teknikal, merespon apa yang terjadi di global. Bukan fundamental," ujarnya Jumat (26/7).

Menurut Perry, pelaku pasar merespon keputusan bank sentral Eropa, European Central Bank (ECB) yang sebelumnya diprediksi akan menurunkan suku bunga. Namun, perkiraan ini meleset. ECB tetap mempertahankannya. Perry menjelaskan, keputusan ECB ini bertujuan untuk meningkatkan imbal hasil.

Maka dari itu, euro pun menguat. Selain itu, faktor global lainnya seperti risiko Brexit yang kian meningkat, menimbulkan pelemahan pound Inggris dan menyebabkan dolar AS menguat setelah euro turut menguat. "Penguatan mata uang utama dunia itu yang menjadi memengaruhi teknikal rupiah kita," ujarnya.

(Baca: BI: Hingga Minggu Keempat Juli 2019 Modal Asing Masuk Capai Rp 192,5 T)

Peningkatan risiko Brexit dikarenakan Perdana Menteri Inggris yang baru, Boris Johnson, memang lebih pro dengan keputusan no-deal Brexit. Menurut Perry, jika keputusan tersebut benar-benar terjadi, perekonomian Inggris akan melemah. Imbasnya pun ke Indonesia, terutama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Namun, hingga saat ini rupiah masih bisa menahan faktor global tersebut salah satunya dikarenakan aliran modal asing yang masih positif. "Aliran modal asing masuk sampai tanggal 25 juli totalnya Rp 192,5 triliun sejak awal tahun (year to date/ytd). Masuknya aliran modal asing yang positif memyebabkan nilai tukar rupiah kita masih stabil," ucap dia.

Selain itu, premi risiko Indonesia yang rendah menjadikan imbal hasil Indonesia masih cukup menarik. Lalu, eksportir juga masih terus mensuplai dari pasar valas. Perbankan juga tetap menjalankan mekanisme pasar yang baik.  Selanjutnya, importir juga masih meyakini nilai tukar rupiah tetap baik.

(Baca: Rupiah Melemah Tipis, Bergerak di Level Rp 13.970 per Dolar AS)

Reporter: Agatha Olivia Victoria