Nilai tukar rupiah ditutup pada posisi Rp 14.200 per dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pasar spot Senin (29/4), melemah 12 poin atau 0,08% dibandingkan posisi penutupan Jumat (26/4) di Rp 14.188 per dolar AS.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan pelemahan rupiah terjadi karena beberapa sentimen, salah satunya data pertumbuhan ekonomi AS yang melebihi ekspektasi pasar. Ekonomi AS triwulan I 2019 tumbuh 3,2% atau melebihi ekspektasi pasar sebesar 2,3%.
Data tersebut telah melemahkan mata uang sejumlah berkembang sejak akhir pekan lalu. Menurut Lana, pelemahan rupiah juga diikuti oleh sejumlah mata uang Asia lainnya. "Jadi trennya mata uang Asia lainnya melemah sementara dolar menguat," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (29/4) malam.
Di sisi lain, pelemahan rupiah juga terjadi seiring peningkatan kebutuhan dolar di dalam negeri. Sebab, kebutuhan pembayaran utang, dividen, profit, dan royalti akan meningkat hingga Juni mendatang. "Puncak kebutuhan dolarnya pada Juni," ujarnya.
(Baca: Dibayangi Net Sell Investor Asing Rp 337,5 miliar, IHSG Naik 0,39%)
Momentum ini juga diiringi oleh bulan Ramadan yang semakin dekat. Setiap menjelang Ramadan, importir lebih banyak memegang dolar untuk kebutuhan impor bahan baku dan barang konsumsi.
Mengacu pada Bloomberg, rupiah ditutup pada 14.208 per dolar AS atau melemah tipis 0,06% dibandingkan penutupan pada perdagangan sebelumnya. Adapun pelemahan kurs yang terdalam di Asia terjadi pada baht Thailand sebesar 0,08%.
Kemudian, yuan Tiongkok turut melemah 0,07% dan ringgit Malaysia melemah 0,05%. Sebaliknya, penguatan nilai tukar terjadi pada rupee India sebesar 0,35%, won Korea sebesar 0,20%, serta dolar Taiwan dan peso Filipina masing-masing sebesar 0,02% dan 0,01%.
(Baca: Bantu Pertumbuhan Ekonomi, Ditjen Pajak Dorong Perusahaan Go Public)