Menko Darmin Optimistis Defisit Neraca Transaksi Berjalan Membaik

KATADATA/MICHAEL NATHANIEL
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution didampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberi keterangan kepada awak media di Indonesia Industrial Summit 2019, di ICE, BSD, Tangerang Selatan, Senin (15/4).
Penulis: Hari Widowati
15/4/2019, 16.18 WIB

Defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) tahun ini diprediksi membaik. Derasnya aliran modal asing yang masuk ke Indonesia dan tren positif pada neraca perdagangan akan menjadi pendorongnya.

"Kalau neraca dagangnya membaik, arahnya (defisit neraca transaksi berjalan) mestinya membaik," kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution di ICE BSD, Tangerang Selatan, Senin (15/4).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada Maret 2019 surplus US$ 540,2 juta atau naik dibandingkan surplus Februari 2019 sebesar US$ 330 juta. Namun, neraca dagang selama triwulan pertama tahun ini masih defisit US$ 190 juta.

Menurut Darmin, defisit neraca perdagangan pada kuartal I 2019 dipengaruhi oleh defisit neraca perdagangan pada Januari 2019. "Februari dan Maret dia surplus, artinya tendensinya surplus," ujar Darmin.

Untuk mengetahui posisi neraca transaksi berjalan, posisi neraca jasa dan neraca modal harus diperhatikan. Darmin menyatakan, arus masuk modal asing ke Indonesia kembali meningkat seiring dengan menguatnya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.

(Baca: BI: Aliran Masuk Modal Asing April 2019 Capai Rp 91 Triliun)

Arus Modal Asing Menguat

Menurut data RTI, arus modal asing di pasar saham sejak awal tahun ini mencapai Rp 14,5 triliun. Sementara itu, data Kementerian Keuangan menunjukkan kepemilikan investor asing di surat berharga negara (SBN) hingga pekan kedua April 2019 mencapai Rp 967,41 triliun. Angka tersebut meningkat Rp 73,93 triliun dibandingkan posisi awal Januari 2019 sebesar Rp 893,48 triliun.

Ketika Amerika Serikat (AS) mengumumkan perang dagang dengan Tiongkok, banyak sekali dana asing yang ditarik keluar dari Indonesia. "Ke depan ini, AS dianggap akan resesi sehingga arus modal akan (masuk) ke sini," kata Darmin.

Negara maju lainnya, seperti Jerman, juga menunjukkan perlambatan ekonomi. Padahal, Jerman adalah tulang punggung ekonomi di kawasan Uni Eropa. "Mestinya CAD akan membaik. Kalau secara kumulatif CAD di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tetapi kuartal per kuartal itu masih di atas 3% PDB," katanya.

(Baca: Dua Bulan Berurutan Surplus, Neraca Dagang Maret US$ 540,2 Juta)

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan masih membayangi Indonesia. IMF memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan Indonesia tahun ini mencapai 2,7% PDB.

Angka itu diproyeksikan membaik pada 2020 menjadi 2,6%. Penurunan tersebut seiring dengan melemahnya harga minyak dunia. "Surplus transaksi berjalan negara eksportir minyak akan turun lantaran rata-rata harga minyak diproyeksikan lebih rendah dari posisi 2018," demikian tertulis dalam laporan IMF yang dikutip Rabu (10/4).

IMF memuat proyeksi tersebut dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2019 yang diluncurkan dalam Annual Spring Meetings IMF-Bank Dunia di Washington, Amerika Serikat, kemarin. Defisit transaksi berjalan Indonesia diperkirakan terus menurun pada 2024 menjadi 2,4%.

(Baca: IMF Perkirakan Defisit Transaksi Berjalan Indonesia 2,7% Tahun Ini)