Bank Indonesia (BI) menaikkan batasan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari 80%-92% menjadi 84%-94%. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, kebijakan ini bertujuan mendukung penyaluran kredit industri perbankan, sehingga pertumbuhan kredit tahun ini dapat didorong sesuai dengan target yaitu 10-12%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, dengan naiknya batas atas dari 92% ke level 94%, bank-bank yang RIM-nya sudah mendekati 92% tapi masih memiliki likuiditas berlebih punya ruang untuk menyalurkan kredit lagi. Sementara batas bawah naik dari 80% menjadi 84% agar perbankan yang RIM-nya masih di bawah batas minimum semakin menggenjot penyaluran kreditnya.
"Karena kalau di bawah 84%, bank harus memilih apakah harus membayar kenaikan untuk giro wajib minimum (GWM) atau meningkatkan penyaluran kredit," kata Perry di Komplek BI, Jakarta, Kamis (21/3).
Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto menambahkan, saat ini ada 21 bank yang memiliki RIM di bawah 80%. Sementara, bank memiliki RIM dalam rasio aman 80% hingga 92% sebanyak 37 bank. Dengan kebijakan baru ini, Erwin mengatakan pertumbuhan kredit akan naik sekitar Rp 36,2 triliun. "Kita harapkan pertumbuhan kredit 2019 bisa mendekati batas atas," kata Erwin.
(Baca: BI Tahan Suku Bunga di 6%)
Pada Januari 2019 pertumbuhan kredit perbankan tercatat 12%, meningkat dibandingkan pertumbuhan kredit periode Desember 2018 sebesar 11,8%. Pertumbuhan kredit diikuti dengan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang terjaga di level 2,6% (gross) atau 1,2% (net).
BI memastikan tingkat likuiditas industri perbankan masih terjaga untuk mendukung pertumbuhan kredit. "Industri perbankan secara keseluruhan punya kecukupan likuiditas untuk menyalurkan kredit. Pemantauan kami, bank-bank BUKU 4 itu cukup (likuiditasnya). Tetapi BUKU I dan 2 harus tingkatkan likuiditasnya untuk menyalurkan kredit," kata Perry.
Salah satu cara yang diterapkan oleh BI untuk melonggarkan likuiditas perbankan yaitu dengan terus melakukan operasi moneter melalui transaksi term-repo secara reguler dan terjadwal, di samping FX Swap. Perry mengatakan, BI sudah mengumumkan jadwal term-repo sampai dengan beberapa bulan ke depan.
"Bank-bank yang memiliki Surat Berharga Negara (SBN) bisa melakukan term repo untuk mendapatkan likuidtas dari BI," kata Perry.
(Baca: Jaga Likuiditas, BI Lakukan Operasi Moneter Tiga Kali Seminggu)
BI sendiri sudah menginjeksi likuiditas perbankan melalui operasi moneter cukup besar sejak Desember 2018. Pada Desember 2018 BI menginjeksi likuiditas sebesar Rp 199 triliun. Januari 2019 sebesar Rp 84 triliun, Februari 2019 sebesar Rp 76 triliun, dan Maret diperkirakan kurang lebih Rp 100 triliun.
"Jadi memang kami melakukan ekspansi likuidtas melalui operasi moneter di samping kontraksi dari bank-bank yang mengalami ekses likuiditas," kata Perry.
RIM merupakan perluasan dari LDR. Di dalam RIM termasuk surat-surat berharga yang memenuhi persyaratan yang diterbitkan oleh bank. Dengan rentang RIM yang lebih tinggi, BI ingin mendorong bank-bank yang intermediasinya sangat rendah.